SEMA 4/2011 Jadi Pertimbangan Vonis di Bawah Pidana Minimal
Utama

SEMA 4/2011 Jadi Pertimbangan Vonis di Bawah Pidana Minimal

Padahal Dermawan bukan justice collaborator. Terdakwa pun menerima putusan majelis hakim.

NOV
Bacaan 2 Menit
Hakim PTUN Medan Dermawan Ginting di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/1). Foto: RES
Hakim PTUN Medan Dermawan Ginting di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/1). Foto: RES
Majelis hakim yang diketuai Ibnu Basuki Widodo menghukum hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Dermawan Ginting dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan. Pidana penjara yang dijatuhkan majelis lebih ringan dari ketentuan pidana minimal dalam Pasal 12 huruf c UU Tipikor.

Ibnu mengatakan, hukuman di bawah pidana minimal tersebut lantaran majelis mempertimbangkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) di Dalam Perkara Pidana Tertentu.

Sesuai SEMA No.4 Tahun 2011, Ibnu menilai Dermawan telah memenuhi kategori pelaku yang bisa mendapatkan keringanan hukuman, meski tidak berstatus sebagai justice collaborator. "Terdakwa mengakui dan membantu mengungkap pelaku lain, serta tidak menikmati uang hasil tindak pidana," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/1).

Selain itu, lanjut Ibnu, Dermawan menerima uang lebih kecil dibandingkan dengan Ketua PTUN Medan, Tripeni Irianto Putro yang sebelumnya telah divonis dengan pidana penjara selama dua tahun. Jadi, majelis mempertimbangkan untuk menjatuhkan pidana yang lebih ringan dari pada ancaman minimal dalam Pasal 12 huruf c UU Tipikor.

Pertimbangan majelis ini memang merujuk pada SEMA No.4 Tahun 2011. Dalam butir 9 SEMA tersebut, MA memberikan pedoman kepada hakim untuk menentukan apakah seorang pelaku masuk dalam kategori justice collaborator. Antara lain, pelaku mengakui kejahatannya, pelaku bukan pelaku utama, dan pelaku memberikan keterangan sebagai saksi.

Namun, ada pula pedoman lain yang mensyaratkan adanya pernyataan jaksa dalam tuntutannya yang menyebutkan bahwa pelaku telah memberikan keterangan dan bukti-bukti sangat signifikan, sehingga dapat mengungkap tindak pidana secara efektif, mengungkap pelaku lain yang lebih besar, dan/atau mengembalikan aset-aset hasil tindak pidana.

Berdasarkan fakta persidangan, Dermawan memang telah memberikan keterangan, bukti, dan mengembalikan uang AS$5000 yang diterimanya dari anak buah OC Kaligis, M Yagari Bhastara Guntur alias Gary kepada KPK. Akan tetapi, Dermawan juga sempat menitipkan uang pemberian Gary kepada seorang pegawai honorer bernama Malau.

Dermawan bahkan memindahkan amplop yang semula tersimpan di dalam buku bergambar Hakim Sarpin pemberian Gary ke buku perundang-undangan, lalu dititipkan kepada Malau. Kemudian, saat petugas KPK berupaya mencari-cari hakim bernama Amir Fauzi, Dermawan langsung mengaku sebagai salah satu anggota majelis perkara Ahmad Fuad Lubis.

Sebagaimana putusan majelis, Dermawan dianggap terbukti menerima uang AS$5000 dari Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti melalui OC Kaligis dan Gary. Pemberian uang itu dimaksudkan agar Dermawan mengabulkan gugatan Ahmad Fuad yang dikuasakan kepada OC Kaligis dan anak buahnya.

Dermawan bersama Amir dan Tripeni merupakan majelis hakim yang mengadili pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut atas penyelidikan dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial, Bantuan Daerah Bawahan, Bantuan Operasional Sekolah, tunggakan Dana Bagi Hasil, dan Penyertaan Modal BUMD Sumut diajukan Ahmad Fuad.

Alhasil, setelah adanya pertemuan dengan OC Kaligis dan pemberian uang, pada 7 Juli 2015, Dermawan bersama Tripeni dan Amir mengabulkan sebagian gugatan Ahmad Fuad. Sempat terjadi perubahan pendapat dalam rapat permusyawarahan hakim, dari yang semua menolak seluruh gugatan, menjadi mengabulkan sebagian.

Dengan demikian, Ibnu berpendapat, semua unsur dalam dakwaan pertama, Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP telah terpenuhi. Adapun hal memberatkan, antara lain Dermawan tidak menjaga wibawa pengadilan, sedangkan hal meringankan, Dermawan tidak akan mengulangi perbuatannya dan masih memiliki tanggungan keluarga.

Atas putusan majelis, Dermawan menyatakan tidak akan mengajukan banding. "Kami mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim. Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukum, kami menerima putusan ini," tuturnya. Sementara, penuntut umum KPK belum menentukan sikap dan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding.

Sebagaimana diketahui, pada persidangan sebelumnya, penuntut umum menuntut Dermawan dan Amir dengan pidana penjara selama 4,5 tahun dan denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan. Dalam perkara ini, Tripeni juga telah divonis dua tahun penjara. Majelis menyimpangi ketentuan pidana minimal, mengingat Tripeni berstatus justice collaborator.
Tags:

Berita Terkait