Hakim Simpangi Pidana Minimal Lantaran Tripeni Berstatus Justice Collaborator
Berita

Hakim Simpangi Pidana Minimal Lantaran Tripeni Berstatus Justice Collaborator

Tripeni berharap KPK tidak banding.

NOV
Bacaan 2 Menit
Tripeni Irianto Putro di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Tripeni Irianto Putro di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Majelis hakim yang diketuai Saiful Arief menghukum Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan nonaktif Tripeni Irianto Putro dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp200 juta subsidair empat bulan kurungan. Putusan itu menyimpangi ketentuan pidana minimal dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c UU Tipikor.

Namun, Saiful menyatakan, penyimpangan tersebut bukan dilakukan tanpa dasar, melainkan lantaran Tripeni berstatus sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC). Sesuai SEMA No.04 Tahun 2011, penjatuhan pidana terhadap terdakwa yang berstatus JC berbeda dengan terdakwa lainnya dalam kasus yang sama.

"Pidana percobaan bersyarat khusus dan/atau pidana yang paling ringan dari terdakwa lainnya dalam perkara yang sama dengan mempertimbangkan rasa keadilan di masyarakat, sehingga hakim dapat menyimpangi ketentuan pidana minimal," katanya saat membacakan pertimbangannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/12).

Saiful juga mempertimbangkan ketentuan mengenai JC yang diatur dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diubah dengan UU No.31 Tahun 2014, serta Ratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 dan Ratifikasi Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi 2000.

Atas dasar itu, Saiful berpendapat, majelis dapat menyimpangi ketentuan pidana minimal dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c UU Tipikor. Dimana, dalam pasal tersebut, hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal hadiah atau janji itu diketahui atau patut diduga untuk mempengaruhi putusan dipidana paling singkat empat tahun.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menganggap Tripeni telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama, Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP karena menerima uang Sing$5000 dan AS$15000 dari OC Kaligis dan anak buahnya, M Yagari Bhastara Guntur alias Gary.

Hakim anggota Ugo menguraikan, Tripeni merupakan ketua majelis hakim yang mengadili permohonan pengujian kewenangan yang diajukan OC Kaligis selaku kuasa hukum Kabiro Keuangan Pemprov Sumatera Utara (Sumut) Ahmad Fuad Lubis. Sebelum pendaftaran permohonan, April 2015, Tripeni bertemu OC Kaligis dan menerima Sing$5000.

OC Kaligis menyampaikan rencananya untuk mengajukan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut dalam penyelidikan dugaan korupsi dana Bantuan Sosial, Bantuan Daerah Bawahan, Bantuan Operasional Sekolah, penahanan pencairan Dana Bagi Hasil, dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD di Sumut.

Tripeni menyampaikan, "Silakan dimasukan saja. Nanti kita periksa". Kemudian, pada 5 Mei 2015, OC Kaligis kembali menemui Tripeni. OC Kaligis meminta Tripeni menjadi ketua majelis hakim yang memeriksa perkaranya. OC Kaligis juga meminta Tripeni bersikap berani. Setelah itu, OC Kaligis memberikan uang AS$10000 kepada Tripeni.

Sebelum putusan, lanjut Ugo, Tripeni bersama dua anggota majelis, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi dua kali menggelar rapat permusyawarahan hakim (RPH). Saat RPH pertama, Tripeni, Dermawan, dan Amir berpendapat permohonan OC Kaligis tidak dapat diterima. Lalu, pada RPH kedua, mereka berubah pendapat dengan mengabulkan sebagian permohonan OC Kaligis.

Alhasil, saat pembacaan putusan pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang diketuai Tripeni mengabulkan sebagian permohonan OC Kaligis. Dua hari setelah putusan, 9 Juli 2015, Tripeni kembali menerima pemberian AS$5000 dari anak buah OC Kaligis, Gary. Pasca pemberian uang, Tripeni dan Gary ditangkap petugas KPK.

Ugo mengungkapkan, meski dalam persidangan Tripeni mengaku pemberian uang itu tidak mempengaruhi putusan, faktanya, berdasarkan keterangan Tripeni dan para saksi, telah terjadi perubahan pendapat dalam RPH pertama dan kedua, dari yang semula menolak seluruh permohonan OC Kaligis menjadi menerima sebagian.

Dengan demikian, Ugo mengatakan, semua unsur dalam dakwaan pertama telah terpenuhi. Adapun hal yang memberatkan Tripeni adalah karena perbuatan Tripeni telah menciderai pengadilan. Sedangkan, hal yang meringankan Tripeni, antara lain, Tripeni menyesali perbuatannya dan masih memiliki tanggungan keluarga.

Di samping itu, majelis mengabulkan permohonan Tripeni yang meminta pembukaan blokir sejumlah rekeningnya. Menurut majelis, permohonan Tripeni cukup beralasan untuk dikabulkan karena rekening-rekening tersebut belum sempat digunakan Tripeni untuk menampung atau memindahkan uang yang diberikan OC Kaligis.

Tripeni melalui pengacaranya, Waldus Situmorang menyatakan menerima putusan yang dijatuhkan majelis. Waldus juga menyampaikan harapan Tripeni kepada penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Tanpa bermaksud mengintevensi penuntut umum, terdakwa berharap penuntut umum untuk tidak banding," ujarnya.

Sementara, penuntut umum Mochamad Wiraksajaya masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Terkait pembukaan blokir rekening Tripeni, Wiraksajaya akan mempelajari terlebih dulu. "Nanti kita pelajari dulu. Penerimaan Tripeni itu kan masih utuh, belum masuk ke rekening. Jadi pertimbangan majelis tidak ada kaitannya dengan rekening itu," tuturnya.
Tags:

Berita Terkait