​​​​​​​Sebuah Pemikiran Tentang Kompensasi Korban Kejahatan
Kolom Arsil

​​​​​​​Sebuah Pemikiran Tentang Kompensasi Korban Kejahatan

​​​​​​​Pembebanan ganti kerugian terhadap pelaku memang wajar, namun masalahnya prosesnya tentu tidak sebentar.

Bacaan 2 Menit

 

Sumber Pembiayaan Kompensasi

Ok, tentu Anda akan berpikir, ya uang negara yang dipakai untuk membayar kompensasi terhadap korban mungkin bisa tergantikan jika pelaku berhasil diadili, terbukti bersalah, dan membayar denda atau memiliki barang yang bisa dirampas. Bagaimana jika tidak? Tekor dong negara?

 

Sesuai dengan sub judul di atas, memang perlu perubahan paradigma. Dan perubahan paradigma tersebut tidak semata terkait kompensasi itu sendiri. Namun paradigma pemidanaan itu sendiri. Saat ini politik pidana kita masih berfokus pada pidana penjara. Ini tentu perlu diubah juga. Penjara bukan lah satu-satunya sanksi pidana, masih ada yang lain, denda. Mengapa pidana denda ini tidak diefektifkan?

 

Saat ini narapidana yang ada berdasarkan data Ditjen PAS berjumlah sekitar 150 ribu napi. Bayangkan jika ambil lah 5% dari jumlah tersebut dulunya tidak dijatuhi penjara namun cukup pidana denda dengan rata-rata denda katakanlah Rp5 juta per orang. Berapa denda yang bisa diperoleh? 7.500 x Rp5 juta = Rp37,5 miliar. Dengan dijatuhi denda saja tanpa pemenjaraan tentu juga terjadi penghematan anggaran, yaitu anggaran pembiayaan para napi tersebut selama di lapas.

 

Pemasukan dari denda dan penghematan anggaran yang dihasilkannya tentu bisa digunakan untuk membiayai kompensasi kepada korban, dijadikan semacam trust fund yang diperuntukan khusus untuk para korban kejahatan. Jadi, secara tidak langsung kompensasi terhadap korban-korban kejahatan tertentu tersebut tidak dibiayai oleh negara, namun dari para pelaku tindak pidana itu sendiri. Negara hanya memfasilitasinya semata.

 

Apakah model seperti ini bisa dilakukan? Bisa. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan dan sedikit imajinasi.

 

*)Arsil, Pemerhati Hukum.

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

 

Tags:

Berita Terkait