Reformulasi Keberadaan Peradilan Militer di Indonesia
Kolom

Reformulasi Keberadaan Peradilan Militer di Indonesia

​​​​​​​Merevisi UU Peradilan Militer, mulai memberikan  kewenangan kepada TNI untuk melakukan penyidikan khusus terhadap prajurit TNI yang melanggar dugaan tindak pidana umum, hingga membentuk jabatan baru Jaksa Agung Muda militer di bawah Jaksa Agung untuk diberi tugas melakukan penuntutan terhadap prajurit yang diduga melakukan tindak pidana di peradilan umum.

Bacaan 2 Menit

 

Sedianya dalam praktik peradilan di Indonesia, pihak militer tidak berkeberatan ketika prajuritnya diproses di peradilan umum. Buktinya, prajurit TNI yang diduga melakukan tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat diproses di peradilan umum. Yakni para perwira tinggi TNI diproses oleh penyidik Kejaksaan dan disidang di peradilan Umum.

 

Tak hanya itu, peran Jaksa Agung dalam penjelasan Pasal 57  UU Peradilan Militer, menyebutkan dalam melaksanakan tugasnya di bidang teknis penuntutan, oditur jenderal (penuntut umum yang selama ini diperankan oleh militer, red), bertanggung jawab kepada Jaksa Agung selaku Penuntut Umum tertinggi di negara RI melalui panglima (panglima TNI) dan dalam pelaksanaan tugas pembinaan, oditurat bertanggung jawab kepada panglima (panglima TNI, red).

 

Dalam praktiknya memang diperlukan penyesuaian dengan berbagai situasi di Indonesia. Selain itu, tak perlu pula mengikuti sistem hukum yang  diterapkan di berbagai negara maju. Kendati demikian, tuntutan konstitusi perihal keinginan adanya persamaan hak di depan hukum  alias equality before the law dan  tak terbendung. Begitu pula keterbukaan  dalam mengadili prajurit TNI yang melakukan tindak pidana di peradilan umum, maka  perlu dilakukan dengan mengedepankan prinsip win-win solution.

 

Reformasi peradilan militer

Instrumen hukum dalam proses hukum acara pidana dalam kekuasaan peradilan umum terdiri dari beberapa tahap. Yakni tahap  mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses persidangan. Tak behenti di situ, masih terdapat tahap pembinaan bagi para narapidana di lembaga pemasyarakatan (Lapas).

 

Nah tahap penyelidikan dan penyidikan bila ditelisik berdasarkan berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, praktiknya  tak saja dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan, namun pula oleh TNI Angkatan Laut, Bea Cukai, Imigrasi hingga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Merujuk Pasal 1 angkat 6 KUHAP, maka pihak yang berwenang melakukan penuntutan hanyalah jaksa. Jaksa, merupakan pegawai Kejaksaan Republik Indonesia  yang bekerja tak saja  di lingkungan Kejaksaan RI, namun juga  lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi.

 

Sedangkan proses persidangan perkara pidana di peradilan umum, mulai di tingkat Pengadilan Negeri, Tinggi, hingga MA dipimpin oleh majelis hakim. Yakni majelis yang terdiri dari hakim karier dan ad hoc. Tentunya mereka para hakim yang berada di lingkungan MA. Sementara  amanah yang utama dalam Pasal 3 ayat (4) a TAP MPR No.VII/2000 adalah mengatur tentang Prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum tunduk kepada peradilan umum.

 

Lantas peradilan umum menjadi bagian dari lingkungan peradilan di bawah MA yang fungsinya menjalankan kekuasaan kehakiman bagi mereka rakyat pencari keadilan. Kemudian banyak perkara  yang menjadi kewenangan peradilan umum untuk memeriksanya. Yakni, perkara-perkara yang bersifat umum.  Artinya,  ‘umum orang-orangnya’ dan ‘umum masalah atau kasusnya’.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait