Pimpinan KPK Berhak Menjabat Empat Tahun
Berita

Pimpinan KPK Berhak Menjabat Empat Tahun

UU KPK tidak mengatur sistem penggantian antar waktu.

ASh
Bacaan 2 Menit
Pimpinan KPK berhak menjabat empat tahun.<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)
Pimpinan KPK berhak menjabat empat tahun.<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)

Pengisian masa jabatan pimpinan KPK sebagaimana diatur UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak dilakukan dalam satu paket. Karena itu, pimpinan KPK pengganti yang tidak dipilih dalam satu paket dengan pimpinan KPK yang lain, seharusnya tetap menjabat selama empat tahun sejak dipilih.

 

Pendapat itu dikemukakan Todung Mulya Lubis saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang pengujian Pasal 33 dan 34 UU KPK di Gedung MK Jakarta, Selasa (31/5).

 

Menurutnya, UU KPK tidak mengatur bahwa masa jabatan pimpinan KPK harus dipilih dan berakhir secara bersamaan pula dalam satu paket. “UU KPK tidak mengatur pimpinan KPK harus menjabat satu periode dalam masa bakti yang sama,” kata Todung.

 

Jika ditafsirkan secara sistematis Pasal 21 dan 24 UU KPK dikaitkan dengan Pasal 34 UU KPK yang menyatakan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun, terlihat jelas setiap pimpinan KPK memiliki hak masa jabatan selama empat tahun. “Jadi setiap pimpinan KPK termasuk pimpinan KPK pengganti memangku jabatan selama empat tahun yang tidak dipilih dalam satu paket bersama dengan pimpinan yang lain,” tegasnya.            

       

Ia menyadari bahwa aturan penggantian jabatan pimpinan KPK ini dapat menimbulkan multitafsir. Sebab, ada yang menafsirkan pengisian jabatan pimpinan  sebagai satu paket, sehingga masa jabatan pimpinan KPK pengganti yang baru diangkat akan meneruskan sisa masa jabatan pimpinan KPK yang digantikan.      

  

“Ini yang dulunya tidak diantisipasi oleh pembentuk undang-undang saat menyusun aturan itu dalam UU KPK jika terjadi kekosongan pimpinan KPK, karena mungkin mereka mengganggap masa jabatan pimpinan KPK akan survive,” ujarnya. “Karena itu, ini menjadi peran Mahkamah sebagai penafsir tunggal undang-undang.”   

 

Todung juga tidak melihat bahwa aturan pengisian jabatan pimpinan KPK dalam UU KPK menganut sistem penggantian antar waktu. “Ini tidak dikenal dalam UU KPK, sehingga penafsiran saya tetap berpandangan pimpinan KPK pengganti akan menjabat secara penuh atau empat tahun,” kata Todung.

 

Ia menambahkan kerja individu pimpinan KPK pengganti (Busyro Muqoddas) yang baru diangkat pada akhir 2010 dan akan berakhir akhir 2011 ini tidak akan efektif karena singkatnya masa jabatannya itu. “Ini tidak akan banyak manfaatnya bagi publik dalam upaya pemberantasan korupsi. Belum lagi lamanya waktu proses seleksi dan biaya besar yang dikeluarkan.” 

 

Untuk mengingatkan, permohonan ini diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) beserta sekelompok elemen masyarakat yang terdiri dari Ardisal (LBH Padang), Feri Amsari (Dosen FH Universitas Andalas), Teten Masduki (Sekjen TII), dan Zaenal Arifin Mochtar (Dosen FH UGM).

 

Mereka menguji Pasal 33 dan 34 UU KPK yang menetapkan masa jabatan pimpinan KPK empat tahun. Aturan itu ditafsirkan keliru oleh Komisi Hukum DPR saat fit and proper test calon pimpinan KPK pengganti (Antasari Azhar) yang menetapkan jabatan Busyro Muqoddas hanya satu tahun.

 

Para pemohon menilai penetapan jabatan Busyro selaku Ketua KPK hanya setahun dinilai mubazir karena proses seleksi pengganti pimpinan KPK memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Busyro seharusnya menjabat selama empat tahun sama halnya anggota KPK lainnya.

 

Karena itu, para pemohon meminta MK menafsirkan Pasal 33 dan 34 UU KPK secara konstitusional bersyarat. Dua pasal itu harus dimaknai bahwa pimpinan dan atau pimpinan KPK pengganti memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.

Tags: