Personal Digital Assistance, Justika.com Tawarkan Aplikasi Sejenis Go-Lawyer
Berita

Personal Digital Assistance, Justika.com Tawarkan Aplikasi Sejenis Go-Lawyer

Melalui aplikasi Justika.com diharapkan kebutuhan konsultasi hukum antara advokat dan masyarakat yang membutuhkan tidak lagi terbatas ruang dan waktu.

Hamalatul Qur'ani/M-27
Bacaan 2 Menit

 

(Baca Juga: Permudah Akses Profesional Hukum, Justika.com Kerjasama dengan UNHCR)

 

Hal ini diamini oleh Belinda Rosalina, advokat jebolan FHUI angkatan 96. Adapun soal kendala yang biasa dihadapi Oca saat menghadapi klien, menurutnya sudah ada sejak masa-masanya konsultasi dan terutama berasal dari beragamnya tipe klien. Ada klien yang datang untuk konsultasi dan memakan waktu begitu lama, kemudian ada pula yang tiba-tiba menghilang, ada juga yang inginnya praktik langsung via email bahkan ada juga klien dengan tipe yang ‘saklek’, bikin somasi dan sebagainya. Terlepas dari beragamnya tipe klien, tetap saja lawyer membutuhkan adanya klien agar tetap eksis di industri jasa hukum ini. Personal digital assistance ini akan membantu menjaga tipe klien yang paling sesuai untuk dilayani sambil terus menambah potensi klien ke advokat secara digital.

 

Menurutnya, yang paling menguntungkan dengan adanya aplikasi ini nantinya adalah para pencari keadilan itu sendiri. Wanita yang biasa disapa Oca itu mengatakan, terkadang para pencari keadilan itu tidak tahu mereka harus ke mana, bertemu dengan siapa dan sebagainya. Sehingga Oca menganggap aplikasi ini erat ke arah fungsi sosialnya.

 

“Positifnya, di sini advokat bisa berbagi ilmu juga, nambah wawasan juga, ada bantuannya juga tersalurkan sambil mengisi waktu luang. Sebetulnya memang aplikasi sejenis ini bagus, karena zaman sekarang bukan waktunya lagi duduk manis nunggu klien datang, tapi juga harus jemput bola,” kata Oca.

 

(Baca Juga: Belinda Rosalina: Seniman yang Menjadi Konsultan HKI)

 

In-House Counsel sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit, Aditya Prakasa, menambahkan  tantangan terbesar bagi seorang advokat itu adalah bagaimana ia bisa menempatkan diri di posisi klien, dan soal ini tidak banyak orang yang mengerti. Seorang advokat juga dituntut untuk fleksibel. Menurut Adit, dalam beberapa keadaan sebagai advokat tidak harus selalu sesuai dengan konstelasi hukum yang ada, melainkan masuk lebih ke kebutuhan yang diinginkan klien kepada advokat seperti apa.

 

“Dalam kasus perceraian misalnya, secara aturan kita tahu anak-anak di bawah 12 tahun itu masih sama ibunya, tapi dalam beberapa putusan majelis, anak-anak seringkali menjadi hak asuh dari bapak dan ibunya. Dalam keadaan yang seperti ini, kita akan lebih banyak terpikirkan soal kesejahteraan anak-anak dibandingkan hukum keluarganya yang soal perceraian,” jelas Adit.

 

Lantas bagaimana jika semua tantangan yang harus dituntaskan seorang lawyer tersebut harus dilakukan melalui platform digital? Mengomentari hal tersebut, Adit mengakui memang keberadaan digital lawyer ini di kemudian hari tidak dapat dihindari mengingat industri yang terus berubah cepat.

 

“Bisa dibayangkan nanti jika dalam satu proyek, kalau ada satu klien yang melibatkan lawyer investasi, lawyer corporate, lawyer pertanahan dan sebagainya yang digabung menjadi satu. Tapi dia tak mau dalam satu lawfirm besar, semua lawyer yang ia pilih itu private contractor. Biasanya dilakukannya manual, sekarang klien itu diberikan priviledge, dia mau milih siapa aja nih,” tukas Adit.

 

Tags:

Berita Terkait