Jeda Pertandingan
Tajuk

Jeda Pertandingan

Banyak opsi yang bisa dipilih oleh para pengambil keputusan: demokrasi berjalan sesuai relnya, demokrasi langsir, atau demokrasi anjlok. Saat ini kita sedang berada dalam penantian.

Arief T Surowidjojo
Bacaan 4 Menit

(f) bagaimana pemerintahan baru memposisikan Indonesia dalam kancah internasional yang petanya berubah terus secara acak, pemainnya juga berganti (tengok AS dengan Trump yang bisa nongol lagi, atau Belanda yang super kanan, dan Jingping serta Putin yang masih tetap menguasai sekian persen dari tombol senjata nuklir, jumlah pasokan energi dan cadangan devisa dunia); dan (g) bagaimana rencana pemerintah baru dalam menghadapi perang dagang, disrupsi rantai pasok dan resesi global, dan semua ketidak-pastian yang sedang dan masih akan terjadi?

Pastinya ada sejumlah pertanyaan paling penting yang tersisa, utamanya buat masyarakat sipil, terutama komunitas hukum kita, yaitu bagaimana pemerintah baru nanti: (i) merealisasikan janji kampanyenya untuk memberantas korupsi; (ii) meneruskan agenda reformasi dengan membentuk rejim legislasi yang pro kepentingan publik; (iii) meneruskan upaya reformasi yang terkait langsung dengan perbaikan lembaga penegak hukum; (iv) serius menangani pelanggaran HAM berat; (v) serius menangani masalah perlindungan lingkungan; dan (vi) memberi akses kepada sistem peradilan yang adil dan luas kepada masyarakat tanpa diskriminasi.

Terjemahannya, apakah dalam hitungan hari atau bulan setelah pelantikan, Prabowo-Gibran berani mengambil keputusan untuk: (a) melaksanakan 150 rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum yang sudah disampaikan kepada Jokowi menjelang akhir 2023, yang tentunya sudah mencakup semua tes dalam angka (i) sampai dengan (vi) di atas, yang cukup mudah dilaksanakan karena sudah “ada barangnya”, dan tidak perlu membentuk tim baru dengan birokrasi dan masalah baru.

(b) lebih khusus lagi, apakah presiden dan wapres terpilih akan mengubah UU KPK untuk memberi peran yang lebih kuat kepada KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi, dengan memberikan KPK independensi lebih, paling tidak ke posisi semula sebelum diobrak-abrik pemerintahan Jokowi pada tahun 2019.

(c) menuntaskan penyelesaian pelanggaran HAM berat walaupun mungkin akan ada dampaknya terhadap Prabowo yang disebut-sebut terkait dengan masalah-masalah tersebut. Dalam tindakan riil simpatiknya, diharapkan Prabowo berani keluar istana dan berdialog dengan mereka yang sudah puluhan tahun melaksanakan “Aksi Kamisan” di depan Istana Merdeka tanpa pernah digubris.

(d) mereformasi lembaga Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan, “once and for all”, sebagai salah satu kunci utama menegakkan kembali praktik demokrasi dan penegakkan “rule of law” yang sudah terlanjur menjadi benang basah, atau (e) menata kembali pemberian izin eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam termasuk industri ekstraktif dan industri yang mencemarkan, dan hanya memberikannya kepada mereka yang telah terbukti patuh dan committed pada konsep ESG.

Melihat bagaimana para petinggi partai politik pada saat ini yang sedang “bernegosiasi” dengan Prabowo-Gibran dan Jokowi, tentunya untuk bagi-bagi kekuasaan, maka harapan-harapan itu harus dipendam dulu, dan anggap saja itu semua mimpi indah kita. Sampai nanti kita tiba-tiba terbangun melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi, akan ditenteng ke mana demokrasi, “rule of law”, HAM dan kepentingan publik di Indonesia oleh para elite penguasa baru. 

Jakarta, akhir Maret 2024 - Arief Surowidjojo

Tags:

Berita Terkait