Ini Mekanisme Pengisian Kursi Wagub DKI yang Kosong Sesuai Aturan Perundang-undangan
Berita

Ini Mekanisme Pengisian Kursi Wagub DKI yang Kosong Sesuai Aturan Perundang-undangan

Pergantian dipilih oleh DPRD atas usul Parpol pengusung. Sebenarnya, Sandiaga Uno tidak wajib mundur, tapi wajib cuti ketika memutuskan menjadi bakal cawapres.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Prabowo-Sandiaga Uno Resmi Daftar Capres-Cawapres di KPU. Foto: RES
Prabowo-Sandiaga Uno Resmi Daftar Capres-Cawapres di KPU. Foto: RES

Menyusul mundurnya Sandiaga Uno yang memilih lebih fokus pada pencalonannya sebagai bakal calon wakil presiden, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjelaskan, mekanisme pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta dilakukan sesuai Pasal 176 Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

 

“Dalam hal Wakil Gubernur DKI Jakarta berhenti karena permintaan sendiri, pengisian Wakil Gubernur DKI Jakarta dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar, mengutip bunyi Pasal 176 ayat (1) UU tersebut.

 

Menurut Bahtiar, partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur DKI Jakarta kepada DPRD DKI Jakarta melalui Gubernur DKI Jakarta untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD DKI Jakarta.

 

Ia menegaskan, pengisian kekosongan jabatan Wagub DKI dilakukan jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.

 

Selanjutnya, prosesi pemilihan Wagub dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, menurut Kapuspen Kemendagri itu, telah diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten dan Kota.

 

“Pemilihan Wagub DKI diselenggarakan dalam rapat paripurna DPRD dan hasil pemilihannya ditetapkan dengan keputusan DPRD DKI Jakarta,” ucap Bahtiar seperti dilansir situs Setkab di Jakarta, Minggu (12/8).

 

Dari situ, lanjut Bahtiar, Pimpinan DPRD mengumumkan pengangkatan Wakil Gubernur DKI Jakarta baru dan menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan Wagub DKI kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

 

(Baca Juga: MK ‘Kandaskan’ 24 Permohonan Sengketa Pilkada)

 

Kapuspen Kemendagri Bahtiar juga menjelaskan perbedaan pengisian kekosongan kursi Wagub pada masa Djarot Saifullah Hidayat dan masa Sandiaga Uno. Kekosongan Wagub DKI setelah Basuki Tjahaja Purnama menjadi Gubernur, dasarnya adalah UU No.1 Tahun 2015 dan PP No.102 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengusulan dan Pengangkatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota, di mana memuat ketentuan bahwa pengangkatan wagub merupakan wewenang penuh gubernur.

 

“Jadi saat itu prosesinya diusulkan pengangkatannya kepada presiden serta dilantik oleh Gubernur,” terang Bahtiar.

 

Pengaturan pengisian Wagub sebagaimana dimaksud UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang mengatur soal tata cara pergantian wakil gubernur ini sudah dicabut atau dihapus dan diganti pengaturannya dalam UU Pilkada.

 

“Saat ini pengisian kekosongan Wagub dilakukan melalui pemilihan di dalam sidang paripurna DPRD sebagaimana amanat Pasal 176 UU No.10/2016,” pungkas Bahtiar.

 

Tidak Harus Mundur

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan bahwa Presiden, Wakil Presiden, anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota, tidak harus mundur dari jabatannya apabila dicalonkan parpol atau gabungan parpol sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres).

 

Bahtiar menjelaskan, soal permintaan izin capres-cawapres serta cuti kampanye pemilu, tata cara pengunduran diri calon anggota DPR RI, DPD RI, DPRD, Capres dan Cawapres diatur pada Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2018.

 

“Dalam Pasal 18 ayat (1) PP 32 disebutkan bahwa pejabat negara yang dicalonkan parpol atau gabungan parpol sebagai capres atau cawapres harus mundur dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota,” kata Bahtiar di Jakarta, Jumat (10/8) lalu.

 

(Baca Juga: MK ‘Kandaskan’ 34 Sengketa Pilkada)

 

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dalam keterangan tertulisnya mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 171 ayat (1), disebutkan bahwa seseorang yang sedang menjabat gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota yang akan dicalonkan parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta izin kepada presiden.

 

“Dalam hal Presiden dalam waktu paling lama 15 hari setelah menerima surat permintaan izin dari gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum memberikan izin, izin dianggap sudah diberikan,” terang Tjahjo dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/8).

 

Mendagri menegaskan, surat permintaan izin gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota ini sebagaimana diatur Pasal 171 ayat (4), merupakan salah satu dokumen persyaratan yang akan disampaikan oleh capres-cawapres kepada KPU oleh partai politik atau gabungan partai politik.

 

Wajib Cuti

Mengenai pejabat negara yang menjadi anggota Tim Kampanye atau Tim Pelaksana Kampanye pasangan Capres/Cawapres, Kapuspen Kemendagri Bahtiar mengatakan, sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu pada pasal 62 dinyatakan bahwa menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota sebagai anggota Tim Kampanye dan/atau Pelaksana Kampanye dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara.

 

“Cuti di luar tanggungan negara bagi menteri diberikan oleh Presiden, sementara bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan dalam negeri,” kata Bahtiar.

 

Cuti diberikan satu hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye. Cuti tidak berlaku bagi menteri, kepala daerah dan wakil kepala daerah pada hari libur.

 

“Surat cuti ini selanjutnya disampaikan kepada KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, atau KPU/KIP Kabupaten/Kota sesuai tingkatannya paling lambat tiga hari sebelum pelaksanaan Kampanye,” terang Bahtiar.

 

Tags:

Berita Terkait