Dua Kontrak Derivatif Stanchart Dibatalkan
Utama

Dua Kontrak Derivatif Stanchart Dibatalkan

Majelis hakim menilai kontrak derivatif antara PT Nubika dan Stanchart tak memenuhi syarat kausa yang halal. Sebab, perjanjian dibuat tak seimbang dan bank tak memberikan penjelasan secara detail tentang resiko transaksi derivatif.

Mon
Bacaan 2 Menit

 

PT Nubika melalui kuasa hukumnya Adams & Co memang mengajukan dua gugatan terkait kontrak derivatif. Dalam perkara No. 81/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST, majelis hakim membatalkan Target Redemption Forward. Konsekuensinya, sembilan kali transaksi derivatif antara PT Nubika dengan Stanchart dibatalkan majelis hakim. Stanchart dihukum untuk mengembalikan dana PT Nubika sebesar AS$13 juta dolar. Sebaliknya, PT Nubika juga harus mengembalikan rupiah ke Stanchart sebanyak Rp122,460 miliar.

 

Satu lagi, dalam perkara No. 62/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST, majelis hakim membatalkan Callable Ratio Forward Currency (Callable Forward). PT Nubika baru lima kali melakukan transaksi derivatif untuk produk Callable Forward. Kelima transaksi itu akhirnya dibatalkan majelis hakim. PT Nubika dihukum mengembalikan rupiah ke Stanchart sebesar Rp310,5 juta, sedangkan Stanchart dihukum mengembalikan dana PT Nubika sebesar AS$51.393.

 

Stanchart juga diperintahkan untuk merehabilitasi nama baik PT Nubika di Bank Indonesia (BI). Sebab, sebelumnya Stanchart menyatakan PT Nubika berutang dan dilaporkan ke BI sehingga tercatat dalam sistem informasi debitur BI. Bahkan rekening PT Nubika di-set off oleh Stanchart sebesar AS$40.891 dan Rp310,219 juta. Namun majelis memerintahkan Stanchart untuk mengembalikan dana itu ke PT Nubika.

 

Spekulatif

Ketua majelis hakim kedua perkara, Panusunan Harahap menyatakan pertimbangan kedua putusan senada. Majelis hakim yang beranggotakan Sulaiman dan Nani Indrawati itu berpendapat, kontrak derivatif mengandung kausa yang tidak halal. Pasalnya, tujuan hedging (lindung nilai) tak dapat diraih dari transaksi derivatif. Tidak hanya bersifat spekulatif, tapi juga eksploitatif, kata Nani saat membacakan putusan.

 

Pasalnya, dalam kontrak derivatif ditentukan transaksi didasarkan bahwa dolar akan terus melemah, sebaliknya rupiah akan terus menguat. Dinyatakan pula, nilai rupiah tertinggi hanya mencapai Rp9.610 per satu dolar Amerika. Faktanya, pada November 2008 lalu harga rupiah mencapai Rp13.000 per dolar. Akibatnya, PT Nubika harus menyerahkan dolar dua kali lipat dalam satu kali transaksi. Tujuan hedging tidak tercapai, imbuh Nani.

 

Perjanjian derivatif juga dinilai tak seimbang. Kedudukan Stanchart lebih superior dibanding PT Nubika. Apabila nilai rupiah dibawah strike rate, Stanchart secara otomatis dapat menghentikan perjanjian. Namun PT Nubika tak bisa melakukan hal yang sama apabila nilai dolar di atas strike rate. Sementara, dalam perjanjian tak dijelaskan berapa dan bagaimana perhitungan unwind jika Stancharrt membatalkan perjanjian.

 

Sepakat

Meski dibatalkan, majelis hakim mengakui bahwa para pihak telah sepakat membuat kontrak derivatif. Dalil kuasa hukum PT Nubika yang menyatakan sekretaris perusahaan, Diana Virgo, tak berwenang menandatangani perjanjian ditolak majelis hakim. Menurut majelis, meski dinyatakan tak berwenang namun faktanya telah terjadi sembilan kali transaksi derivatif. Dalil penggugat bahwa tak ada kesepakatan tak cukup berasalan, ujar Nani.

Tags: