Arief Hidayat Kembali Dilaporkan ke Dewan Etik, Ini Tuduhannya
Berita

Arief Hidayat Kembali Dilaporkan ke Dewan Etik, Ini Tuduhannya

Madrasah Anti Korupsi menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Etik untuk memanggil dan memeriksa Arief.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“MK sebagai pintu utama sekaligus pintu terakhir dalam memutus perkara (politik). Jika tidak mempunyai legitimasi moral, maka ketidakpercayaan terhadap putusan MK akan terus terjadi. Ini berbahaya dan akan menciptakan konflik,” kata dia.

 

Menurutnya, jika Arief masih tetap menjadi hakim MK, maka ketidakpercayaan publik semakin meluas. “Masyarakat sipil dan para professor pun tidak dihiraukan lagi oleh Arief. Jadi siapa lagi yang harus menyerukan ini? Saya pikir tinggal kesadaran moral etik Pak Arief saja saat ini. Meski nampaknya tak terlihat kesadaran moral dalam dirinya, justru melemparkan statement di luar ekspetasi kita bahwa katanya para professor itu direkayasa,” ungkapnya.

 

Ia juga menilai tidak sepatutnya kalimat seperti itu keluar dari seorang ketua MK dan hakim konstitusi. “Nah, bagi kami Arief sudah tidak punya legitimasi moral etik untuk menjadi hakim konstitusi,” sebutnya.

 

Persoalan ucapan Desmon di media itu, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Etik untuk memanggil dan memeriksa Arief. Jadi, menurutnya jika memang pelanggaran etik ini terbukti, maka terbukti pula adanya lobi-lobi politik dengan DPR.

 

Sebelumnya, Arief dilaporkan pegawai MK Abdul Ghoffar terkait pernyataan Arief di media online yakni detik.com terkait tulisan Abdul Ghoffar yang dimuat di Kompas bertajuk “Ketua Tanpa Marwah” yang hingga kini Dewan Etik belum menindaklanjuti laporan ini. Lalu, kemarin, tanggal 20 Februari 2018 Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) melaporkan Arief berkaitan perbuatan Hakim Terlapor yang diduga mengunggah tulisan di sebuah Grup Whatsapp (WA) terkait putusan MK No. 46/PUU-XIV/2016 tentang pengujian perluasan pasal-pasal kesusilaan di KUHP.

 

Arief sudah dijatuhi sanksi ringan oleh Dewan Etik sebanyak dua kali. Pertama, memberi memo katebelece alias “memo sakti” kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Widyo Pramono untuk “menitipkan” Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Trenggalek, M. Zainur Rochman.

 

Kedua, Arief terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi dan dijatuhi sanksi ringan. Arief dinilai terbukti melakukan pertemuan (lobi-lobi politik) dengan memberi janji terkait pengujian Pasal 79 ayat (3) UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) mengenai hak angket DPR terkait keberadaan Pansus Angket KPK. (Baca Juga: Kali Kedua, Ketua MK Dijatuhi Sanksi Etik)

Tags:

Berita Terkait