4 Alasan RUU Penguatan Sektor Keuangan Mesti Dikaji Ulang
Berita

4 Alasan RUU Penguatan Sektor Keuangan Mesti Dikaji Ulang

Banyak masalah di sektor keuangan akibat pandemi bersifat temporer, sehingga tidak perlu direspons dengan kebijakan permanen.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyesalkan Rancangan Undang-Undang Reformasi, Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU RPPSK), masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun ini. RUU RPPSK sendiri akan dibahas DPR pada masa sidang Agustus-September 2021 mendatang.

Menurut Misbakhun, peraturan perundang-undangan dan kelembagaan saat ini masih kuat mengatasi dampak pandemi COVID-19 pada sistem keuangan, termasuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan. 

"Urgensi RUU RPPSK tidak signifikan untuk dibahas tahun ini karena Indonesia masih menghadapi pandemi. Banyak masalah di sektor keuangan akibat pandemi bersifat temporer, sehingga tidak perlu direspons dengan kebijakan permanen," ujar Misbakhun melalui keterangan di Jakarta, Senin (26/4) 

Apalagi, lanjut Misbakhun, RUU RPPSK akan disusun dan akan diterbitkan menjadi Omnibus Law Sektor Keuangan. Undang-undang sapu jagat itu akan merombak kewenangan lembaga sektor keuangan, seperti BI, OJK dan LPS. (Baca: Menimbang Urgensi RUU Sektor Keuangan di Tengah Pandemi Covid-19)

Misbakhun menyebutkan setidaknya ada empat alasan mengapa RUU RPPSK perlu dikaji kembali saat ini. Pertama, masalah temporer. Permasalahan sektor keuangan yang timbul akibat pandemi COVID-19 harus bisa dianalisis sebagai masalah yang bersifat temporer atau masalah yang bersifat permanen. Sehingga, solusi yang dilakukan tepat sasaran.

Kedua, kemampuan kepemimpinan atau leadership. Jika permasalahan sektor keuangan memiliki kompleksitas sebagai gabungan dari masalah bersifat sementara dan masalah bersifat permanen, maka solusi yang ditawarkan adalah kemampuan leadership dalam forum KSSK.

Ketiga, membahayakan independensi regulator moneter dan keuangan. Jika disahkan, kebijakan tersebut berpotensi mengganggu independensi BI dan OJK karena pemerintah melalui Menteri Keuangan berhak menetapkan keputusan dalam rapat KSSK, serta dapat menunjuk Dewan Pengawas OJK dan BI.

Tags:

Berita Terkait