Syarat Kesehatan Pikiran Seorang Pewasiat

Syarat Kesehatan Pikiran Seorang Pewasiat

Wasiat bukan hanya dapat dicabut pewasiat, tetapi juga dapat dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan mengikat apabila pewasiat tidak sehat pikiran saat wasiat dibuat.
Syarat Kesehatan Pikiran Seorang Pewasiat
Ilustrasi: Shutterstock

Wasiat adalah suatu pernyataan seseorang mengenai apa yang dia kehendaki setelah ia meninggal dunia. Umumnya, wasiat ini berkaitan dengan pengelolaan harta waris meskipun tak selamanya demikian. Pada saat hidup, seseorang membuat surat atau pernyataan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan setelah dirinya meninggal. Wasiat itu dibuat secara sukarela, tanpa paksaan. Surat wasiat itu lazim dikenal dengan testamen.

Menurut J. Satrio, suatu testamen mengandung sejumlah unsur. Pertama-tama testamen adalah suatu akta. Unsur kedua, suatu testamen berisi pernyataan kehendak, yang berarti merupakan suatu tindakan hukum sepihak. Tindakan hukum sepihak adalah tindakan atau pernyataan kehendak satu orang saja sudah cukup untuk timbulnya akibat hukum yang dikehendaki si pewasiat. Berikutnya, wasiat terjadi setelah pewasiat meninggal dunia. Artinya, testamen baru berlaku setelah pembuat testamen meninggal dunia. Itu pula sebabnya testamen disebut sebagai kemauan terakhir seseorang. Unsur lain yang sangat penting dan tidak boleh dilupakan adalah ‘dapat dicabut kembali’. Syarat ini penting karena sering dipakai untuk menetapkan apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk surat wasiat atau cukup dalam bentuk lain. (J. Satrio. Hukum Waris. 1992: 180-181).

Ada sejumlah syarat formal untuk sahnya surat wasiat, salah satunya apa yang ditentukan Pasal 895 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek). Pasal ini merumuskan –KUH Perdata versi R Subekti dan R. Tjitrosudibio (1992)-- bahwa untuk dapat membuat atau mencabut surat wasiat, seseorang harus mempunyai budi akalnya. Syarat lain, sesuai Pasal 897 KUH Perdata, adalah belum dewasa yang belum genap berumur 18 tahun.

Subekti menjelaskan lebih jauh rumusan tersebut, bahwa untuk dapat membuat suatu testamen, seseorang harus sudah mencapai umur 18 tahun, atau sudah dewasa, atau sudah kawin meskipun belum berusia 18 tahun. Selain itu, orang yang membuat suatu testamen harus sungguh-sungguh mempunyai pikiran yang sehat. Jika dapat dibuktikan bahwa pada saat orang tersebut membuat testamen, pikirannya tidak sehat atau sedang terganggu, testamen itu dapat dibatalkan oleh hakim.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional