Berhati-hatilah untuk membeli kavling perumahan, pastikan aspek hukumnya secara cermat. Termasuk dengan siapa Anda bertransaksi. Anda perlu memastikan apakah staf marketing yang mempromosikan kavling perumahan punya kewenangan untuk bertindak, misalnya menerima pembayaran dari konsumen. Juga perlu dipastikan bahwa jual beli berlangsung antara Anda dan perusahaan yang menjual kavling, bukan dengan staf marketing. Jika tidak, bisa jadi Anda akan bergelut dengan masalah hukum hingga ke pengadilan.
Dua warga yang tertarik membeli kavling perumahan yang berlokasi di Citeureup Bogor pernah mengalami masalah serupa. Mereka sudah membayar melalui staf marketing, tetapi rumah yang diimpikan tak jadi. Alih-alih rumah, sertifikat tanah pun tak diserahkan. Perusahaan berdalih tidak ada bukti keduanya bertransaksi dengan perusahaan atau direktur perusahaan. Berhubung tidak ada titik temu, kedua pembeli melayangkan gugatan hukum ke Pengadilan Negeri Bogor. Di pengadilan, pihak perusahaan selaku tergugat mengajukan eksepsi yang pada intinya gugatan penggugat tidak jelas dan kabur. Perusahaan mengklaim tidak punya hubungan hukum dengan kedua penggugat karena transaksi mereka lakukan dengan seorang staf marketing.
Pengadilan menerima sebagian gugatan, menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum. Klaim tidak punya hubungan hukum dengan para penggugat ditepis Mahkamah Agung. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menggunakan konsep pertanggungjawaban majikan atas apa yang dilakukan pekerja atau karyawannya.
Sesuai Pasal 1367 KUH Perdata, begitu majelis kasasi mempertimbangkan, seorang majikan in casu tergugat bertanggung jawab secara perdata atas tindakan yang dilakukan karyawannya dalam kedinasan. Dalam perkara ini, para penggugat dapat membuktikan bahwa mereka telah membayar lunas pembelian kavling melalui staf marketing tergugat. Oleh karena itu, tergugat wajib memenuhi kewajibannya dengan iktikad baik. Kalaupun terjadi tindak pidana, misalnya staf marketing menggelapkan uang pembayaran tersebut, menurut majelis kasasi, ‘tidak menghapus tanggung jawab majikan in casu tergugat secara perdata atas tindakan karyawannya untuk dan atas nama majikan’. (Lihat Putusan Mahkamah Agung No.2647 K/Pdt/2013 tanggal 19 Juni 2014).