Memperkuat Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam KUHAP di Masa Mendatang

Memperkuat Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam KUHAP di Masa Mendatang

Pengakuan luas terhadap restorative justice perlu diperkuat landasan hukumnya dalam KUHAP mendatang.
Memperkuat Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam KUHAP di Masa Mendatang
Ilustrasi: Shutterstock

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, belum bernasib sama dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berkali-kali masuk Program Legislasi Nasional, proses pembahasan RUU KUHAP terbilang masih tertatih-tatih. Padahal ada banyak alasan yang mendasari pentingnya perubahan hukum acara pidana yang berlaku saat ini, setidaknya menyesuaikan dengan KUHP baru.

Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan HAM, Sugeng Purnomo, ikut menyoroti urgensi perubahan KUHAP. Perubahan paradigma di kalangan aparat penegak hukum mengenai jumlah perkara yang ditangani mendesak diubah. Selama ini, ‘prestasi’ aparat penegak hukum acakali diukur dari berapa banyak perkara yang ditangani. Apalagi jika ada pandangan bahwa semua perkara pidana harus bermuara ke pengadilan. Paradigma inilah yang akhirnya berimbas pada membludaknya jumlah (overpopulated) penghuni penjara dan lembaga pemasyarakatan (Lapas).

Kini, kata Sugeng, paradigmanya perlu diubah menjadi semakin sedikit angka kejahatan semakin baik. Konsekuensinya, tak semua perkara harus bermuara ke pengadilan dan penghukuman penjara. Perkara-perkara ringan perlu diselesaikan melalui mekanisme restorative justice. Salah tangkap harus dihentikan, dengan menekankan bahwa penangkapan dan penahanan tidak dilakukan asal-asalan. Apalagi jika didasari motif menciptakan perkara agar terlihat seolah-olah bekerja.

Sugeng mengkritik sikap penegak hukum yang sangat kaku menerapkan konsep diferensiasi fungsional. Jika satu penegak hukum sudah menjalankan tugasnya dan menyerahkan berkas ke penegak hukum lain, seolah-olah tugasnya sudah selesai. “KUHAP kita kan diferensiasi fungsional. Penyidik ya penyidik, penuntut umum ya penuntut umum. Tidak boleh masuk di antara kedua kamar ini,” tegasnya dalam suatu diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional