Nama prosesnya adalah banding. Orang hukum di Indonesia sering menafsirkan banding sebagai proses berperkara ke Pengadilan Tinggi. Kamus Hukum karya Setiawan Widagdo (2012: 61), misalnya, menyebut banding adalah pemeriksaan oleh pengadilan yang lebih tinggi tingkatannya; pengadilan banding untuk putusan-putusan Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Tinggi. Padahal, faktanya, ada proses banding yang diajukan ke Mahkamah Agung, karena prosesnya tidak melalui Pengadilan Tinggi. Contohnya dalam kasus arbitrase.
Pihak berperkara melalui arbitrase dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase ke Ketua Pengadilan Negeri. Apabila permohonan itu disetujui, Ketua Pengadilan Negeri menentukan apakah dibatalkan seluruhnya atau sebagian dari putusan arbitrase. Pengadilan punya waktu 30 hari sejak permohonan untuk menjawab permohonan pembatalan tersebut.
Dalam perkembangan penyelesaian banyak permohonan pembatalan putusan arbitrase, Pasal 72 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) sangat sering disinggung. Mahkamah Agung juga menaruh perhatian serius melalui pembahasan pada rapat kerja tahunan.
Pasal dimaksud berbunyi: “Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir”. Penjelasannya menyebutkan: “Yang dimaksud dengan ‘banding’ adalah hanya terhadap pembatalan putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70”.