Dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah, terdapat beberapa pola penyelesaian utang yang dapat diterapkan sebelum langkah penyelesaian kredit bermasalah tersebut masuk ke ranah hukum. Beberapa pola yang lazim dikenal misalnya penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).
Dalam rezim penundaan kewajiban pembayaran utang, ketiga pola ini dikenal dengan mekanisme restrukturisasi utang. Hal ini sebagaimana disebut dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/1993 tanggal 29 Mei 1993 tentang Pengaturan Penyelamatan Kredit Bermasalah Sebelum Diselesaikan Melalui Lembaga Hukum.
Selain ketiga pola ini, dunia usaha juga mengenal beberapa pola lain. Menurut Gunadi dalam Restrukturisasi Perusahaan Dalam Berbagai Bentuk dan Pemajakannya (2001:60) salah satu pola penyelesaian kredit bermasalah dalam dunia usaha adalah lewat jalan menukarkan utang dengan saham atau mengubah utang menjadi penyertaan modal. Langkah ini kerap dikenal dengan istilah debt to equity swap.
Menurut Gina Manaligod dalam Debt Restructuring: Alternatives And Implications (2005), dalam debt to equity swap debitur harus memiliki saham tersedia untuk melakukan debt to equity swap. Langkah debt to equity swap ini tidak akan berpengaruh pada total aset karena tidak ada aset yang digunakan untuk membayar hutang. Posisi likuiditas dan solvabilitas akan tetap sama.