Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU) mengatur mengenai syarat debitor dapat dimohonkan pailit. Menurut ketentuan ini, debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Dengan begitu dapat dipahami bahwa syarat permohonan pailit terdiri atas adanya minimal utang yang tidak dibayar lunas, sudah jatuh waktu, dan dapat ditagih; serta debitor memiliki dua kreditor. Namun, menurut M. Hadi Subhan, terdapat satu lagi syarat permohonan pailit yakni dapat dibuktikan secara sederhana.
Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU, bahwa; “Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam paasal (2) ayat 1 UUKPKPU telah terpenuhi”.
Dalam perkembangannya, syarat permohonan pailit di atas dinilai tidak lagi relevan karena muncul kebutuhan untuk menambahkan syarat lain seperti minimum utang sebagai syarat permohonan pailit. Terkait ini, M. Hadi Subhan mengakui bahwa Indonesia tidak menganut asas minimal utang sebagai syarat permohonan pailit.