Kasus pidana yang dihadapi Robert Tantular, eks petinggi Bank Century, bisa menjadi contoh untuk memahami doktrin ne bis in idem, non bis in idem, atau double jeopardy dalam sistem common law. Pada 15 Januari 2013, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda sebesar 10 miliar rupiah.
Robert dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyuruh Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank sebagaimana disebutkan Pasal 50A Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan itu, tetapi mengubah hukuman menjadi 10 tahun penjara. Robert melakukan perlawanan atau upaya hukum atas putusan itu. Tiga tahun setelah putusan tingkat pertama tersebut, Robert mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Salah satu argumentasi yang dikemukakan dalam permohonan adalah ne bis in idem.
Buktinya, Robert pernah diadili dan diputus melalui putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, yaitu putusan Mahkamah Agung No. 615 K/Pid.Sus/2010 tanggal 10 Mei 2010. Robert dan tim penasihat hukum mengklaim perkara pertama dan perkara kedua sama, yaitu menggunakan Pasal 50A UU Perbankan. Oleh karena itu, dakwaan kedua seharusnya tidak dapat diterima berdasarkan doktrin atau asas ne bis in idem.