Seorang terdakwa kasus narkotika yang diancam hukum berat akhirnya bisa melenggang bebas. Berseberangan dengan tuntutan jaksa, Mahkamah Agung menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang dituduhkan.
Salah satu pertimbangan majelis hakim kasasi membebaskan terdakwa karena tidak jelas siapa pemilik narkotika yang jadi barang bukti. Polisi menggunakan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan tersangka. Berdasarkan pemeriksaan, posisi tersangka berdiri jauh dari tempat ditemukannya barang bukti. Hakim meyakini barang itu terlebih dahulu ditaruh di tempat tertentu untuk menjebak seseorang.
Tidak diketahui pasti berapa jumlah terdakwa yang dibebaskan hakim karena cara-cara penyidik memperoleh barang bukti yang melanggar hukum acara. Tetapi kisah di atas, sebagaimana terungkap dalam putusan Mahkamah Agung No. 1531 K/Pid.Sus/2010, merupakan salah satu yang memperlihatkan bagaimana majelis hakim memperhatikan cara penyidik memperoleh barang bukti dan alat bukti.
Pasal 184 KUHAP (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981) menyebutkan ‘alat bukti yang sah’ adalah (a) keterangan saksi; (b) keterangan ahli; (c) surat; (d) petunjuk, dan (e) keterangan terdakwa. Frasa ‘alat bukti yang sah’ merupakan kunci penting untuk memahami konteks pentingnya barang bukti dan alat bukti yang diperoleh secara sah.