Konsep Unexplained Wealth dengan Illicit Enrichment dalam Rezim Perampasan Aset 

Konsep Unexplained Wealth dengan Illicit Enrichment dalam Rezim Perampasan Aset 

Pada praktiknya Illicit Enrichment berbeda dengan Unexplained Wealth. Di mana konsep unexplained subjek pengaturannya lebih luas dibandingkan dengan Illicit Enrichment.
Konsep Unexplained Wealth dengan Illicit Enrichment dalam Rezim Perampasan Aset 
Hukumonline

Meningkatnya jumlah kasus tindak pidana dengan motif ekonomi, khususnya korupsi, narkotika, dan pencucian uang menuntut respon cepat aparat penegak hukum. Instrumen hukum terkait ini diperlukan agar proses penegakan hukum mampu berjalan secara efektif dan memberikan dampak yang signifikan bagi terciptanya keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.
 
Satu contoh kasus yang baru saja berlalu terkait tindak pidana dengan motif ekonomi ini adalah kasus Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) yang menyeret nama sejumlah pihak. Pada prosesnya, para terpidana dalam kasus ini kemudian dinyatakan lepas oleh Mahkamah Agung karena tidak terpenuhinya unsur pidana sebagaimana yang didakwakan. Belakangan, pemerintah mengumumkan sikapnya untuk terus memburu aset para obligor kasus ini yang bernilai Rp108 triliun. 

Terkait jumlah, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae dalam diskusi bertajuk PPATK Legal Forum, beberapa waktu lalu mengungkap data potensi kerugian negara dari tindak pidana korupsi selama tahun 2013-2020 hampir mencapai angka Rp135 triliun. Peningkatan ini juga diikuti dengan peningkatan hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK pada tahun 2020. 

Sebanyak 177 hasil analisis atau 40% dari total hasil analisis keseluruhan dan 16 hasil pemeriksaan atau 67% dari total hasil pemeriksaan keseluruhan yang dihasilkan PPATK dan telah diserahkan kepada KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian. Dian menjelaskan, jika ditinjau dari aspek hasil kejahatan yang diperoleh dari tindak pidana asal, diketahui secara statistik periode 2016-2018 terdapat 159 putusan dengan nilai hasil kejahatan sebesar Rp10,397 triliun. Dari jumlah ini, sebesar Rp8,482 triliun (81,58%) berasal dari hasil kejahatan tindak pidana narkotika, korupsi, dan perbankan. 

Fakta di atas semakin menguatkan pendapat bahwa dalam pemberantasan tindak pidana dengan motif ekonomi, diperlukan langkah dan pendekatan yang efektif. Selama ini pendekatan follow the money dirasakan belum optimal dalam pemberantasan sejumlah tindak pidana bermotif ekonomi. Selain itu, semakin kompleksnya tipologi dan modus pencucian uang oleh Dian dinilai merupakan akibat dari kekosongan hukum terutama ketiadaan aturan mengenai penyelamatan aset atau asset recovey. Pemerintah sendiri saat ini mulai menggalakkan kembali mengenai pentingnya kehadiran Undang-Undang Perampasan Aset. Saat ini, Undang-Undang tersebut masih sebatas rancangan yang telah diinisiasi sejak 2003. 

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional