Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase.
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
[1]
Perlu Anda pahami bahwa persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase
dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.
[2]
Perjanjian arbitrase adalah
suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak
setelah timbul sengketa.
[3]
A dan B telah sepakat agar penyelesaian sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase. Jika timbul situasi sengketa dikemudian hari, maka arbiter berwenang menenetukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak
diatur dalam perjanjian mereka.
[4]
Arbiter berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU 30/1999 didefinisikan sebagai berikut:
Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.
Namun sebelumnya jika terjadi sengketa, Anda sebagai pemohon dapat memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili,
e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
[5]
Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase memuat dengan jelas:
[6]nama dan alamat para pihak;
penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;
perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
cara penyelesaian yang dikehendaki; dan
perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
Dalam kasus Anda, ketika A meninggal dunia, Anda sebagai anak tetap bisa menggunakan arbitrase sebagai jalur penyelesaian sengketa terhadap B dengan dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU 30/1999 berikut:
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan tsb di bawah ini:
meninggalnya salah satu pihak;
bangkrutnya salah satu pihak;
novasi;
insolvensi salah satu pihak;
pewarisan;
berlakunya syarat2 hapusnya perikatan pokok;
bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialih tugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb; atau
berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Dari alasan ini berarti Anda tetap berhak untuk menyelesaikan sengketa dengan pihak B melalui arbitrase.
Bagaimana dengan B yang tetap ingin menggunakan jalur Pengadilan Negeri? Hal tersebut nyatanya ditiadakan oleh Pasal 11 ayat (1) UU 30/1999 yang berbunyi sebagai berikut:
Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.
Sehingga Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal tertentu yang ditetapkan dalam UU 30/1999.
[7]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 1 UU 30/1999
[2] Pasal 4 ayat (2) UU 30/1999
[3] Pasal 1 angka 3 UU 30/1999
[4] Pasal 4 ayat (1) UU 30/1999
[5] Pasal 8 ayat (1) UU 30/1999
[6] Pasal 8 ayat (2) UU 30/1999
[7] Pasal 11 ayat (2) UU 30/1999