Bisakah menuntut YouTuber yang melakukan prank gold digger kemudian direkam dan video tersebut diupload tanpa izin korban sehingga korban yang ada dalam video prank itu malu? Apa langkah yang dapat dilakukan oleh korban prank yang terlanjur malu?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Prank gold digger dapat diartikan sebagai perbuatan jahil terhadap seseorang yang memandang uang atau harta kekayaan ketika memilih pasangan hidup atau ‘matre’.
Bagaimana langkah hukum yang dapat ditempuh oleh korban? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Intisari :
Prank gold digger dapat diartikan sebagai perbuatan jahil terhadap seseorang yang memandang uang atau harta kekayaan ketika memilih pasangan hidup atau ‘matre’.
a trick that is intended to be funny but not to cause harm or damage.
Berdasarkan terjemahan tersebut, prank dapat diartikan sebagai tipuan atau perbuatan jahil terhadap seseorang dengan tujuan untuk menjadi bahan candaan/guyonan tetapi tidak menyebabkan bahaya atau kerusakan.
Sedangkan yang dimaksud dengan gold digger menurut laman Cambridge Dictionary - II adalah:
Someone, usually a woman, who tries to attract a rich person, usually a man, in order to get presents or money.
Gold digger adalah istilah untuk seorang yang lebih memandang uang atau harta kekayaan ketika memilih pasangan hidup atau di Indonesia dikenal dengan istilah ‘matre’ / ‘materialistis’ dalam bahasa baku.
Jadi prank gold digger dapat diartikan sebagai perbuatan jahil terhadap seseorang yang memandang uang atau harta kekayaan ketika memilih pasangan hidup atau ‘matre’.
Bisakah Merekam Video Tanpa Izin
Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta(“UU Hak Cipta”), video prank terhadap diri korban yang diambil oleh YouTuber tersebut dikategorikan sebagai ciptaan yang dilindungi, yaitu karya sinematografi.[1]
Yang dimaksud dengan "karya sinematografi" adalah ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi, atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual.[2]
Berbeda dengan potret dimana memerlukan persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya,[3] terhadap karya sinematografi, tidak diatur mengenai kewajiban pencipta untuk meminta persetujuan tertulis pada orang yang direkam dalam karya sinematografi tersebut. Tetapi seharusnya secara moral, YouTuber sebagai pencipta karya sinematografi meminta izin korban prank terlebih dahulu sebelum ciptaan tersebut diunggah ke internet agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Selain daripada itu, jika melihat ke dalam laman Apa Itu Hak Cipta? yang kami akses dari laman Bantuan YouTube dijelaskan mengenai apa perbedaan antara hak cipta dan privasi sebagai berikut:
Hanya karena Anda muncul dalam video, gambar, atau rekaman audio, bukan berarti Anda memiliki hak cipta atas konten tersebut. Misalnya, jika teman Anda merekam perbincangan antara Anda dan dirinya, dialah yang akan memiliki hak cipta atas rekaman video tersebut. Perkataan yang Anda berdua bicarakan tidak terikat pada hak cipta secara terpisah dari video itu sendiri, kecuali jika telah ditetapkan sebelumnya.
Jika teman Anda, atau orang lain, mengupload video, gambar, atau rekaman yang menampilkan diri Anda tanpa izin, dan Anda merasa konten tersebut melanggar privasi atau mengancam keamanan diri, Anda dapat mengajukan keluhan privasi.
Video Anda yang diambil melalui kamera oleh YouTuber tersebut dapat dikatakan sebagai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4UU 19/2016:
Pasal 1 angka 1 UU 19/2016:
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Pasal 1 angka 4 UU 19/2016
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Apa sanksi bagi YouTuber yang menguduh video prank yang membuat malu korban sebagai orang yang dijahili dalam video tersebut?
Tindakan YouTuber tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 310Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP menerangkan bahwa “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa “malu”, “Kehormatan” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksuil, kehormatan yang dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.
Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.
Sedangkan pasal yang mengatur mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media elektronik (video) diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITEsebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Ancaman pidana bagi orang yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE ini diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016, yang berbunyi:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Jadi perbuatan YouTuber mengunggah video prank gold digger yang membuat korban menjadi malu dapat dijerat dengan pidana atas pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016.
Tetapi perlu diingat bahwa agar dapat dijerat pidana, korban harus melakukan pengaduan karena ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik dalam UU 19/2016 merupakan delik aduan.[4]
Langkah Hukum
Jika teman Anda, atau orang lain, mengupload video, gambar, atau rekaman yang menampilkan diri Anda tanpa izin, dan Anda merasa konten tersebut melanggar privasi atau mengancam keamanan diri, Anda dapat mengajukan Keluhan Privasi.
Alternatif lain korban dapat mengadukannya (YouTuber tersebut) melalui laman Aduan Konten dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Anda harus mendaftarkan diri sebagai pelapor terlebih dahulu dengan mengisi beberapa kolom isian. Aduan yang dikirim harus ada URL/link, screenshot tampilan serta alasannya. Semua laporan yang masuk dan memenuhi syarat (terdapat link/url, screenshot dan alasannya) akan diproses/ditindaklanjuti.
Selain itu, korban bisa datang langsung dan membuat laporan kejadian ke Kepolisian terdekat, atau jika korban berada di wilayah Jakarta, bisa membuat laporan kejadian pada Subdirektorat Penyidikan Direktorat Keamanan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Atau korban penghinaan dapat menuntut secara pidana terhadap perbuatan penghinaan/pencemaran nama baik melalui video yang diunduh di youtube, dengan cara sebagai berikut:[5]
Orang yang merasa haknya dilanggar atau melalui kuasa hukum, datang langsung membuat laporan kejadian kepada penyidik POLRI pada unit/bagian Cybercrime atau kepada penyidik PPNS (Pejabat Pegawai Negeri Sipil) pada Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selanjutnya, penyidik akan melakukan penyelidikan yang dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan atas kasus bersangkutan Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE.
Setelah proses penyidikan selesai, maka berkas perkara oleh penyidik akan dilimpahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di muka pengadilan. Apabila yang melakukan penyidikan adalah PPNS, maka hasil penyidikannya disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik POLRI.
Mengingat delik penghinaan dalam UU ITE dan perubahannya merupakan delik aduan, maka kehadiran korban sebagai pelapor atau “orang yang merasa menjadi korban penghinaan” sangat dibutuhkan, khususnya untuk membuktikan konten dan konteks dari penghinaan sebagaimana dimaksud. Kelengkapan yang harus disiapkan adalah identitas pribadi dan sekiranya ada, dapat disampaikan bukti penghinaan sebagaimana dimaksud. Biasanya, selain diminta membuat Laporan Kejadian (LK), korban juga akan dimintai keterangan tertulis yang akan dituangkan dalam Berita Acara Pelapor.