Saya ingin bertanya. Secara hukum, bolehkah rektor Perguruan Tinggi Negeri merangkap jabatan sebagai dewan komisaris suatu PT?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Menjawab pertanyaan Anda, sebenarnya tidak ada aturan secara spesifik yang mengatur mengenai hak dan kewajiban rektor Perguruan Tinggi Negeri (“PTN”). Sehingga, untuk mengetahui boleh atau tidaknya rektor suatu PTN merangkap jabatan, Anda harus merujuk pada statuta PTN yang bersangkutan.
Statuta PTN tersebut ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendidikan. Khusus PTN badan hukum, ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Dewan Komisaris adalah organ Perseroan Terbatas (“PT”) yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.[1] Dewan komisaris terdiri atas 1 orang anggota atau lebih.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya pernah:[3]
dinyatakan pailit;
menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu PT dinyatakan pailit; atau
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Perguruan Tinggi Negeri
Pasal 1 angka 2 dan 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (“UU Pendidikan Tinggi”) mendefisinikan perguruan tinggi sebagai satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, yakni jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, sarjana, magister, doktor, dan profesi, serta spesialis. Sedangkan perguruan tinggi negeri (“PTN”) adalah perguruan tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh pemerintah.[4]
Sebagai perguruan tinggi, PTN wajib memiliki statuta.[5] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan statuta ialah anggaran dasar suatu organisasi (misalnya perguruan tinggi).
Statuta PTN tersebut ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendidikan.[6] Khusus PTN badan hukum, ditetapkan dengan peraturan pemerintah.[7] Perguruan tinggi yang tidak memiliki statuta dapat dikenakan sanksi administratif berupa:[8]
Peringatan tertulis
Penghentian sementara bantuan biaya pendidikan dari pemerintah;
Penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan pendidikan;
Sepanjang penelusuran kami, tidak ada aturan secara spesifik mengenai hak dan kewajiban rektor PTN. Meski demikian, rektor bisa diberhentikan dari jabatan karena diangkat dalam jabatan negeri yang lain.[9] Namun sayangnya, tidak dijelaskan apa saja yang dimaksud dengan jabatan negeri ini.
Sehingga kami berpendapat, untuk mengetahui boleh tidaknya rektor suatu PTN rangkap jabatan, Anda harus merujuk pada statuta PTN yang yang bersangkutan, sebagaimana ditetapkan dalam peraturan menteri atau peraturan pemerintah.
Menurut Pasal 39 PP 75/2021, rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan UI dilarang merangkap sebagai:
pejabat struktural pada perguruan tinggi lain yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
pejabat struktural pada instansi pemerintah maupun daerah;
direksi pada badan usaha milik negara/daerah (“BUMN/BUMD”) maupun swasta; atau
pengurus/anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi secara langsung dengan politik.
Jika dilanggar, dapat dikenakan sanksi oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[10] Mekanisme pengenaan sanksi diatur dalam Peraturan Rektor.[11]
Sehingga, berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa rektor UI boleh merangkap jabatan sebagai dewan komisaris PT, mengingat yang dilarang hanyalah menjadi direksi suatu badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.
Meskipun demikian, perlu diperhatikan pula waktu (tempus) pelanggaran tersebut dilakukan, mengingat sebelumnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia (“PP 68/2013”) yangdicabut oleh Pasal 89PP 75/2021 yang diundangkan pada 2 Juli 2021, Pasal 35 PP 68/2013 sempat mengatur larangan rektor dan wakil rektor UI untuk merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta, dengan bunyi selengkapnya sebagai berikut:
Rektor dan wakil Rektor dilarang merangkap sebagai:
pejabat pada satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah;
pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta;
anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik; dan/atau
pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.
Kemudian, dalam Pasal 55 ayat (1) PP 68/2013 ditegaskan:
Warga UI yang melakukan tindakan dan/atau kegiatan yang bertentangan dengan Statuta UI dan/atau peraturan/keputusan yang berlaku di lingkungan UI dikenakan sanksioleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sehingga, jika misalnya rektor UI melakukan rangkap jabatan sebagai pejabat pada BUMN, BUMD, atau badan usaha milik swasta, serta jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI, dalam hal ini yakni menjadi dewan komisaris PT sebelum PP 75/2021 diundangkan, menurut hemat kami, ia dapat dikenakan sanksi.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.