Saya dan kedua orang tua beragama Islam dan ingin menanyakan perihal mengurus pembuatan surat putus waris. Tujuan saya membuat surat putus waris adalah kedua orang tua saya tidak bertanggung jawab dan saya baru tahu mereka mempunyai utang di mana-mana yang jumlahnya cukup besar yang saya sudah pasti tidak bisa membayar utang tersebut apabila utang tersebut dilimpahkan kepada saya. Saat ini kondisi mereka masih hidup. Saya mempunyai 2 adik kandung. Apakah menolak warisan utang ini diperbolehkan dalam hukum waris Islam? Jika boleh, apa saja langkah-langkah yang harus ditempuh untuk bisa mengurus surat putus waris ini? Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Dalam hukum waris Islam, ahli waris tidak dapat menolak waris pun surat putus waris tidaklah dikenal. Pasalnya, waris dalam hukum Islam bersifat memaksa atau dikenal dengan istilah ijbari. Peralihan harta dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli warisnya.
Lalu bagaimana jika ahli waris tidak ingin terbebani oleh utang-utang pewaris sebagaimana yang Anda tanyakan?
Ā
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judulĀ Orang Tua Punya Banyak Utang, Perlukah Membuat Surat Putus Waris? yang dibuat olehĀ Velladia Zahra Taqiya, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 25 Agustus 2021.
Ā
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata ā mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Ā
Jawaban ini dibuat dengan asumsi bahwa kedua orang tua Anda juga beragama Islam sehingga hukum waris yang berlaku yakni hukum waris Islam.
Perlu kami sampaikan bahwa mengingat Anda dan kedua orang tua beragama Islam, maka hukum waris yang berlaku adalah hukum waris Islam. Sebagai catatan, hukum waris dalam Islam sendiri tidaklah mengenal penolakan waris. Hal ini disebabkan asas hukum waris dalam Islam bersifat memaksa atau dikenal dengan istilah ijbari.
Dengan demikian, hubungan antara pewaris dan ahli waris tetap ada sepanjang tidak ada yang menyebabkan ahli waris menjadi terhalang, seperti dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris atau dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.[1]
Lebih lanjut, mengutip Amir Syarifuddin, H. Mohammad Daud Ali dalam bukunya Hukum Islam menerangkan bahwa asas ijbari merupakan peralihan harta dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli warisnya. Adapun unsur āmemaksaā dalam hukum kewarisan Islam itu terlihat, terutama, dari kewajiban ahli waris untuk menerima perpindahan harta peninggalan pewaris kepadanya sesuai dengan jumlah yang ditentukan Allah SWT di luar kehendaknya sendiri (hal. 301).
Atas penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Anda tidak dapat membuat surat putus waris. Pasalnya, berdasarkan hukum waris Islam yang sifatnya memaksa, Anda merupakan ahli waris sepanjang Anda memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.[2]
Akan tetapi, mengingat pokok permasalahan dalam kasus ini adalah kekhawatiran Anda tentang utang orang tua Anda semasa hidup yang akan diwariskan kepada Anda di kemudian harinya, dalam KHI hal tersebut telah dibatasi. Dalam hal ini, tanggung jawab ahli waris terhadap utang hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 175 KHI yang berisi ketentuan berikut.
Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:
mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang;
menyelesaikan wasiat pewaris;
membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
Dengan demikian dari itu, Anda tidak akan bertanggung jawab terhadap utang-utang orang tua Anda kepada pihak ketiga (penagih utang) kecuali sebatas jumlah atau nilai harta yang ditinggalkan saja.