Apakah bekerja di law firm itu juga harus tunduk pada UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja? Karena gaji pokok saya saat ini hitungannya di bawah upah minimum, dan hitungan tambahan gaji diperoleh dari case yang dikerjakan. Apakah law firm dikecualikan dari ketentuan UU 13/2003 dan UU Cipta Kerja?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Law firm pada dasarnya tetap tunduk pada hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Untuk itu, mengenai pembayaran upah juga tetap mengikuti kedua peraturan perundang-undangan terkait dengan ketenagakerjaan, termasuk juga larangan pengusaha membayar upah di bawah upah minimum.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Apakah Law Firm Tunduk pada UU Ketenagakerjaan?yang dibuat oleh Ramon Prama Wijaya, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 4 Juni 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Bentuk Law Firm
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami berasumsi yang Anda maksud adalah law firm yang didirikan di wilayah dan oleh hukum Indonesia.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Di Indonesia, law firm atau firma hukum lazimnya berbentuk firma atau persekutuan perdata. Firma menurut Pasal 16 KUHDdiartikan sebagai berikut:
Perseroan Firma adalah suatu perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah satu nama bersama.
Sedangkan pengertian dari persekutuan perdata, Anda dapat menilik bunyi Pasal 1618KUH Perdata yaitu:
Perseroan perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka.
Apakah Law Firm Tunduk pada Hukum Ketenagakerjaan?
Untuk menjawab pertanyaan Anda, pertama-tama kami akan menjelaskan siapa yang dimaksud dengan pekerja dalam Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan:
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Selanjutnya pengertian dari pengusaha disebut dalam Pasal 1 angka 5 UU Ketenagakerjaan dengan arti sebagai berikut:
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan sendiri;
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Menurut hemat kami, law firm baik yang didirikan dalam bentuk firma atau Persekutuan perdata termasuk ke dalam kategori Pengusaha sebagaimana definisi di atas.
Adapun hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja,[1] yaitu hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.[2]
Dengan demikian, law firm tunduk pada UU Ketenagakerjaan yang beberapa ketentuannya telah diubah, dihapus, atau ditetapkan pengaturan baru dengan Perppu Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU Cipta Kerja.
Sehubungan dengan pertanyaan Anda mengenai upah minimum dan tambahan gaji berdasarkan case yang dikerjakan, perlu Anda ketahui pada prinsipnya pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.[3] Lebih lanjut, upah minimum berlaku bagi pekerja/buruh yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun pada perusahaan.[4]
Kemudian perlu digarisbawahi pada Pasal 81 angka 28 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88A ayat (3) UU Ketenagakerjaan termaktub:
Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan.
Meski sesuai kesepakatan, hal tersebut tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.[5] Jika kesepakatan itu lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan menjadibatal demi hukum dan pengaturan pengupahan dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.[6]