Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Grundnorm
Untuk memahami konsep grundnorm, ada perlunya kita memahami terlebih dahulu teori kemurnian hukum (the pure theory of law) dan teori hierarki norma yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.
Dalam bukunya Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif (The Pure Theory of Law) (hal. 218), Hans Kelsen memulai dengan membedakan apa yang ada (is) dan apa yang seharusnya (ought).
Apa yang ada menggambarkan kenyataan di dalam masyarakat, yang pengaturannya berdasarkan hukum alam. Penilaian atas kondisi tersebut menurut Kelsen bersifat subjektif, karena bergantung pada persepsi individu atas tindakan tersebut.
Kelsen kemudian mengajukan norma sebagai mekanisme penafsiran objektif, dengan menetapkan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang.
Wewenang untuk menetapkan apa yang seharusnya tersebut diperoleh dari norma. Kelsen kemudian mengajukan prinsip keabsahan norma sebagai mekanisme penilaian objektif perilaku manusia.
Menurut Hans Kelsen, suatu norma dikatakan absah apabila dibentuk oleh pihak yang berwenang untuk membentuk norma tersebut. Kewenangan tersebut diperoleh dari norma lain yang berkedudukan lebih tinggi.
Dalam praktik, wewenang yang diperoleh berdasarkan amanat suatu peraturan perundang-undangan juga dikenal dengan istilah
atribusi. Penjelasan mengenai atribusi dapat Anda simak dalam artikel
Pengertian Atribusi, Delegasi dan Mandat.
Lebih lanjut, masih menurut Kelsen, hubungan antara keabsahan norma dan kewenangan pembentukan norma tersebut kemudian membentuk rantai hierarki norma-norma yang berujung pada grundnorm.
Suatu norma dapat dikategorikan sebagai grundnorm apabila eksistensi dan nilai kebenaran dari norma tersebut diandaikan dan tidak dapat ditelusuri lagi.
Dalam buku Hans Kelsen yang lain berjudul Teori Umum Hukum dan Negara: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik (General Theory of Law and State) (hal. 145), fungsi grundnorm secara spesifik adalah sumber legitimasi atau kekuasaan untuk membentuk hukum bagi tindakan pembuat undang-undang pertama. Grundnorm merupakan alasan bagi legitimasi konstitusi pertama suatu negara.
Dengan demikian, menurut hemat kami, indikator adanya grundnorm dapat dilihat pada keberadaan konstitusi pertama suatu negara.
Staatsfundamentalnorm
Adapun konsep staatsfundamentalnorm dikemukakan oleh Hans Nawiasky.
Menurut Nawiasky sebagaimana dikutip Jazim Hamidi dalam buku Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan RI (hal. 68), staatsfundamentalnorm adalah landasan umum dari suatu tatanan hukum undang-undang dasar.
Berdasarkan undang-undang dasar tersebut terbentuklah suatu undang-undang yang memberikan wewenang untuk membentuk suatu peraturan.
Nawiasky kemudian menyusun teori yang disebut dengan theorie von stufenbau der rechtsordnung, di mana norma-norma tersusun atas (hal. 154):
norma fundamental negara (staats fundamental norm);
aturan dasar negara (staats grund gesetz);
undang-undang formal (formell gesetz); dan
peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verodnung en autonome satzung).
Menurut Jazim Hamidi dalam buku yang sama (hal. 70 – 71), staatsfundamentalnorm memiliki karakteristik sebagai berikut:
Staatsfundamentalnorm merupakan norma hukum tertinggi dalam suatu negara yang merupakan bagian dari rezim hukum positif;
Norma hukum tertinggi tersebut dapat berubah;
Staatsfundamentalnorm merupakan norma yang menjadi dasar pembentukan suatu konstitusi;
Staatsfundamentalnorm merupakan konstitusi berbentuk; dan
Staatsfundamentalnorm berbentuk tertulis.
Dengan demikian, pada dasarnya perbedaan antara grundnorm dan staatsfundamentalnorm terletak pada pencetus teorinya.
Selain itu dalam teori Nawiasky, norma-norma turunan dari staatsfundamentalnorm dijabarkan dan dikelompokkan secara rinci, dimulai dari staats grund gesetz, formell gesetz, hingga verodnung en autonome satzung.
Adapun dalam teori Hans Kelsen, kami tidak menemukan adanya penjabaran atau pengelompokkan demikian mengenai bentuk norma-norma turunan grundnorm.
Perbedaan lainnya adalah dalam teori Nawiasky, staatsfundamentalnorm dipandang sebagai bagian dari hukum positif dan berbentuk tertulis, sementara grundnorm tidak dijelaskan ‘berwujud’ dalam bentuk apa.
Penerapannya di Indonesia
Sebagai informasi, Hamid Attamimi sebagaimana dikutip Maria Farida Indrati dalam buku Ilmu Perundang-Undangan 2: Proses dan Teknik Pembentukannya (hal. 236) pernah membuat perbandingan antara konsep staatsfundamentalnorm dan norma turunannya dengan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Diuraikan bahwa dari rumusan penjelasan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”), menjadi jelas bahwa pokok-pokok pikiran dalam
Pembukaan UUD 1945 yang tidak lain adalah
Pancasila merupakan
norma dasar negara atau norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm) dan sekaligus merupakan
cita hukum (recht idee).
Namun demikian, Jimly Asshiddiqie dan Ali Safaat dalam buku Teori Hans Kelsen Tentang Hukum (hal. 162) menyebut bahwa Proklamasi 17 Agustus 1945 lebih tepat disebut sebagai staatsfundamentalnorm.
Dalam hal ini, Proklamasi menurut hukum yang berlaku pada saat itu bukan merupakan tindakan hukum karena dilakukan bukan oleh organ hukum dan tidak sesuai dengan prosedur hukum.
Proklamasi 17 Agustus 1945 yang menandai berdirinya Negara Republik Indonesia, yang berarti terbentuknya suatu tata hukum baru (new legal order).
Adanya negara Indonesia setelah diproklamasikan merupakan dasar keberlakuan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia, sebagai presuposisi validitas tata hukum Indonesia berdasarkan UUD 1945.
Demikan jawaban kami, semoga bermanfaat.
Referensi:
Hans Kelsen. Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Imu Hukum Normatif (The Pure Theory of Law). Terjemahan oleh Raisul Muttaqin. Bandung: Nusa Media, 2014;
Hans Kelsen. Teori Umum Hukum dan Negara: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik (General Theory of Law and State). Terjemahan oleh Somardi. Jakarta: Bee Media Indonesia, 2007;
Jazim Hamidi. Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan RI. Jakarta: Konstitusi Press, 2006;
Jimly Asshiddiqie dan Ali Safaat. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Jakarta: Konstitusi Press, 2011;
Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan 2: Proses dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius, 2007.