Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Karantina Karyawan di Perusahaan
Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau Barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau Barang yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang dan/atau Barang di sekitarnya.
Dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi kedaruratan kesehatan masyarakat dilakukan
karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, atau pembatasan sosial berskala besar oleh pejabat karantina kesehatan.
[1]
Dari ketentuan tersebut, dapat kita ketahui bahwa tindakan karantina hanya dapat dilakukan oleh pejabat karantina kesehatan, dan bukan oleh perusahaan. Sementara itu, karyawan yang bersangkutanpun belum jelas apakah sudah terpapar COVID-19 hanya karena rumahnya di dekat lokasi terdampak virus COVID-19. Sehingga tindakan karantina karyawan di perusahaan menjadi tidak relevan.
Pejabat karantina kesehatan sendiri adalah pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang kesehatan yang diberi kewenangan oleh Menteri Kesehatan untuk melaksanakan kekarantinaan kesehatan.
[2]
Pelanggaran Hukum atas Karantina Karyawan
Sebelumnya kami asumsikan bahwa kebijakan karantina karyawan tersebut setidak-tidaknya telah tercantum dalam suatu peraturan perusahaan, yang sekurang-kurangnya memuat:
[3]hak dan kewajiban pengusaha;
hak dan kewajiban pekerja/buruh;
syarat kerja;
tata tertib perusahaan; dan
jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Ketentuan dalam peraturan perusahaan seharusnya
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
[4]
Sehingga menurut hemat kami, kebijakan perusahaan yang melakukan karantina karyawan di perusahaan dan melarang mereka untuk pulang ke rumah dengan alasan COVID-19 dengan sendirinya batal demi hukum dan tidak dapat diberlakukan.
Bila perusahaan tetap memberlakukan kebijakan ini, maka ini berpotensi menimbulkan perselisihan kepentingan.
Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Jadi, kami sarankan Anda membicarakan kebijakan perusahaan ini dengan manajemen perusahaan terlebih dahulu, melalui suatu perundingan bipartit secara musyawarah dan mufakat.
[5]
Perubahan tersebut juga
harus mendapat pengesahan kembali dari pejabat yang berwenang. Apabila tidak mendapat pengesahan maka perubahan itu dianggap tidak ada.
[6]
Yang dapat Dilakukan Perusahaan
Menurut hemat kami, alih-alih melakukan karantina karyawan di perusahaan, dalam laman
Kementerian Ketenagakerjaan pada artikel
Cegah Penyebaran COVID-19, Menaker Luncurkan Posko K3 Corona, perusahaan berkewajiban memenuhi protokol standar keselamatan, dan kesehatan kerja (“K3”) untuk mencegah COVID-19.
Kementerian Ketenagakerjaan telah membuka
Posko K3 Corona, sehingga para pekerja dan pengusaha dapat bertanya, mengadu, dan menyampaikan aspirasi seputar pelaksanaan K3 COVID-19 di perusahaan.
Kami telah mengkompilasi berbagai topik hukum yang sering ditanyakan mengenai dampak wabah COVID-19 terhadap kehidupan sehari-hari mulai dari kesehatan, bisnis, ketenagakerjaan, profesi, pelayanan publik, dan lain-lain. Informasi ini dapat Anda dapatkan di tautan berikut
covid19.hukumonline.com.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
[1] Pasal 49 ayat (1) UU 6/2018
[2] Pasal 1 angka 29 UU 6/2018
[3] Pasal 111 ayat (1) UU 13/2003
[4] Pasal 111 ayat (2) UU 13/2003
[5] Pasal 3 ayat (1) UU 2/2004
[6] Pasal 12 ayat (2) dan (3) Permenaker 28/2014