Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Aturan Pengampuan
Karena usia ibu Anda yang sudah 90 tahun, maka beliau kami kategorikan sebagai orang yang sudah lanjut usia (“lansia”). Namun sesuai pernyataan Anda, beliau masih dalam kondisi yang sehat.
Sehat yang Anda maksud kami asumsikan mencakup pula daya ingat beliau yang masih normal. Artinya, beliau tidak dalam keadaan pikun atau mengalami demensia.
Lebih lanjut,
hukum perdata hanya mengatur syarat minimal bagi orang dewasa yang membutuhkan pengampuan, dan tidak mengenal batas atas usia.
Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) mengatur bahwa:
Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan.
Adapun yang berhak meminta pengampuan adalah setiap keluarga sedarah. Akan tetapi, jika permintaan pengampuan didasarkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat. Sedangkan mereka yang lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri dapat meminta pengampuan bagi dirinya sendiri.
[1]
Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya berdiam orang yang dimintakan pengampuan.
[2]
Dalam surat permintaan pengampuan, harus disebutkan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan orang tersebut yang membuatnya layak dimintakan pengampuan (keadaan dungu, gila, mata gelap atau keborosan), dengan bukti-bukti dan saksi-saksi.
[3]
Contoh Kasus
Terkait pengampuan lansia, salah satu kasus yang dapat menjadi contoh bagi Anda adalah kasus pengampuan almarhum Prof. Sudargo Gautama. Kasus ini pernah didokumentasikan dalam artikel
MA Batalkan Penetapan Pengampuan Prof. Sudargo.
Permohonan pengampuan terhadap Prof. Sudargo diajukan sendiri oleh anaknya. Alasannya, Prof. Sudargo sudah berusia lanjut (79 tahun) dan ‘terganggu kondisi kesehatan otak sehingga tidak dapat lagi mengurus kepentingan-kepentingan diri sendiri dengan sebaik-baiknya'.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan tersebut melalui Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 258/Pdt.P/2007/PN Jaksel.
Pihak Prof. Sudargo Gautama kemudian melakukan perlawanan terhadap penetapan tersebut. Melalui tim pengacaranya, Prof. Sudargo menegaskan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak pernah memanggil atau memberitahu dan mendengar pihaknya, sebagaimana diamanatkan Pasal 439 KUH Perdata.
Karena itu, tim pengacara Prof. Sudargo menganggap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah melanggar asas audi et alteram partem, atau kewajiban mendengarkan semua pihak terkait.
Mahkamah Agung kemudian sependapat dengan argumentasi Prof. Sudargo melalui tim pengacaranya tersebut. Mahkamah Agung menyatakan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 258/Pdt.P/2007/PN Jaksel batal demi hukum.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan, seorang lansia tidak dapat serta merta diletakkan di bawah pengampuan. Yang bersangkutan juga tetap perlu didengarkan pendapatnya oleh pengadilan, untuk menilai layak tidaknya yang bersangkutan diampu oleh orang lain.
Akhirnya, terkait pertanyaan Anda, mengingat ibu Anda masih dalam keadaan sehat, maka transaksi jual beli rumah tersebut dapat dilakukan atas nama ibu Anda.
Di mata hukum, beliau tetap dianggap cakap untuk melakukan transaksi jual beli rumah atau perbuatan hukum lainnya. Beliau juga dapat mempertanggungjawabkan akibat hukumnya.
Namun saran kami, Anda perlu mendampingi beliau selama proses transaksi jual beli rumah tersebut. Hal ini untuk menjamin kenyamanan serta keselamatan ibu Anda yang sudah lanjut usia tersebut.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 434 KUH Perdata
[2] Pasal 436 KUH Perdata
[3] Pasal 437 KUH Perdata