Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Konsep Omnibus Law
Sofyan Djalil sebagaimana dikutip dalam artikel
Menimbang Konsep Omnibus Law Bila Diterapkan di Indonesia pernah melontarkan konsep
omnibus law. Konsep ini juga dikenal dengan
omnibus bill yang sering digunakan di negara yang menganut sistem
common law,
seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi. Regulasi dalam konsep ini adalah
membuat satu undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus.
Bryan A. Garner, et.al (Eds.) dalam Black’s Law Dictionary Ninth Edition menggunakan istilah omnibus bill yang berarti (hal. 186):
A single bill containing various distinct matters, usu. drafted in this way to force the executive either to accept all the unrelated minor provisions or to veto the major provision.
A bill that deals with all proposals relating to a particular subject, such as an "omnibus judgeship bill" covering all proposals for new judgeships or an "omnibus crime bill" dealing with different subjects such as new crimes and grants to states for crime control.
Apabila diterjemahkan secara bebas, omnibus bill berarti sebuah undang-undang yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda atau mengatur dan mencakup semua hal mengenai suatu jenis materi muatan.
Omnibus Law dalam Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia
UU 12/2011 dan perubahannya tidak mengenal istilah omnibus law. Namun, menurut hemat kami, ketentuan omnibus law sebagai suatu undang-undang tunduk pada pengaturan UU 12/2011 dan perubahannya mengenai undang-undang, baik terkait kedudukan dan materi muatannya.
Kedudukan omnibus law nantinya dapat didasarkan pada Pasal 7 UU 12/2011 yang menguraikan bahwa:
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah Provinsi; dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Apabila dilihat dari ketentuan ini, omnibus law sebagai sebuah undang-undang tetap berkedudukan di bawah undang-undang dasar, namun lebih tinggi dari jenis peraturan perundang-undangan lainnya.
Materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang terdiri atas:
[1]- pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang;
- pengesahan perjanjian internasional tertentu;
- tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
- pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Selain itu, Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Perihal Undang-Undang (hal. 147) menguraikan materi-materi tertentu yang bersifat khusus, yang mutlak hanya dapat dituangkan dalam bentuk undang-undang. Beberapa hal yang bersifat khusus itu, misalnya, adalah:
pendelegasian kewenangan regulasi atau kewenangan untuk mengatur (legislative delegation of rule-making power);
tindakan pencabutan undang-undang yang ada sebelumnya;
perubahan ketentuan undang-undang;
penetapan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang;
pengesahan suatu perjanjian internasional;
penentuan mengenai pembebanan sanksi pidana; dan
penentuan mengenai kewenangan penyidikan, penuntutan, dan penjatuhan vonis.
Apabila dikaitkan dengan ketentuan mengenai materi muatan undang-undang, maka menurut hemat kami, keberadaan omnibus law nantinya tidak bertentangan dengan UU 12/2011 dan perubahannya sepanjang materi muatan yang diatur omnibus law sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut. Selain itu, tidak ada pula larangan dalam UU 12/2011 dan perubahannya bagi pembentukan omnibus law yang berfungsi untuk mengakomodasi beberapa materi muatan sekaligus.
Menurut Jimmy F. Usfunan, dalam artikel yang sama, UU hasil konsep omnibus law bisa mengarah sebagai UU payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain.
Muhammad Bakri dalam buku Pengantar Hukum Indonesia Jilid I: Sistem Hukum Indonesia Pada Era Reformasi (hal. 47) menerangkan konsep undang-undang payung atau undang-undang pokok, yaitu undang-undang yang beberapa pasalnya meminta aturan pelaksananya dibuat dalam bentuk undang-undang pula.
Maka dari itu, salah satu materi muatan undang-undang yang dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b UU 12/2011 (hal. 48), yaitu “perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang”, merupakan deskripsi dari perintah suatu undang-undang payung. Muhammad Bakri dalam buku yang sama memberikan contoh undang-undang payung, salah satunya,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Manfaat Omnibus Law
Keberadaan omnibus law bahkan dapat memberikan sejumlah keuntungan. Jimmy dalam artikel yang telah disinggung sebelumnya menyatakan bahwa konsep omnibus law bisa digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi dua hal. Pertama, persoalan kriminalisasi pejabat negara. Selama ini, banyak pejabat pemerintah yang takut menggunakan diskresi dalam mengambil kebijakan terkait penggunaan anggaran, karena jika terbukti merugi, bisa dijerat dengan tindak pidana korupsi.
Kedua, omnibus law bisa digunakan di Indonesia untuk penyeragaman kebijakan pusat dan daerah dalam menunjang iklim investasi. Berkenaan dengan hal ini, omnibus law bisa menjadi cara singkat sebagai solusi peraturan perundang-undangan yang saling berbenturan, baik secara vertikal maupun horizontal.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Bryan A. Garner, et. al. (Eds.). Black’s Law Dictionary Ninth Edition. St. Paul: West Publishing Co., 2009;
Jimly Asshiddiqie. Perihal Undang-Undang. Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2017;
Muhammad Bakri. Pengantar Hukum Indonesia Jilid I: Sistem Hukum Indonesia Pada Era Reformasi. Malang: UB Press, 2013.
[1] Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011