Saya melamar sebagai legal officer di sebuah perusahaan. Pada saat melamar, terdapat sebuah surat pernyataan yang harus ditandatangani dan memuat frasa “bersedia menjalani ikatan dinas selama 4 tahun dan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah kerja perusahaan di dalam maupun luar negeri sesuai kebutuhan perusahaan jika lulus proses rekrutmen”. Surat pernyataan itu juga memuat denda sebesar Rp200 juta jika saya mengundurkan diri sebelum masa dinas berakhir. Setelah saya diterima, dalam praktiknya pekerjaan saya 100% bukan seperti dalam deskripsi lamaran, melainkan diberi fungsi dan tugas marketing serta teknik industri. Memang dalam surat pernyataan tidak ada pembahasan jabatan yang dilamar, namun saya memiliki data lamaran dan job description yang disertakan perusahaan pada saat pembukaan lowongan kerja. Bisakah saya terlepas dari surat pernyataan bermeterai itu karena pekerjaan yang dilamar dengan yang dilakukan berbeda?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Hubungan antara Anda dan perusahaan merupakan perikatan berupa perjanjian kerja yang diatur dalamUU Ketenagakerjaan. Jika pekerjaan yang Anda lakukan berbeda dengan yang diperjanjikan, maka perusahaan dapat dikategorikan melakukan wanprestasi. Anda pun dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan perusahaan melalui penyelesaian perselisihan kepentingan. Lalu, bagaimana kekuatan hukum surat pernyataan dalam hubungan kerja?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh LBH Jakarta dan pertama kali dipublikasikan pada 13 Januari 2020.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Perjanjian Kerja
Dibukanya lowongan kerja pada posisi legal officer di perusahaan dan diterimanya lamaran Anda menunjukkan telah lahirnya sebuah perikatan antara perusahaan dengan Anda.
Perihal perikatan, ketentuan Pasal 1233 dan Pasal 1234KUH Perdata menerangkan bahwa perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu dan lahir karena suatu persetujuan atau undang-undang. Dalam kasus Anda, perikatannya adalah Anda bekerja sebagai legal officer.
Setelah Anda bekerja di perusahaan, lazimnya Anda selaku pekerja akan diminta untuk menandatangani perjanjian kerja sebagaimana diartikan oleh Pasal 1 angka 14UU Ketenagakerjaanyang berbunyi:
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Perjanjian tersebut berfungsi untuk menguatkan perikatan yang ada dan berisi tentang prestasi (hak dan kewajiban) kedua belah pihak.
Perjanjian kerja yang dimaksud mengacu pada Pasal 52 UU Ketenagakerjaan yang menerangkan sebagai berikut:
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
kesepakatan kedua belah pihak;
kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Menurut hemat kami, ketentuan perjanjian kerja tersebut mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur empat syarat terjadinya persetujuan, yakni kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang.
Wanprestasi oleh Perusahaan
Merujuk pada kasus Anda, kami menilai telah terjadi wanprestasi oleh perusahaan. Adapun wanprestasi tersebut dapat merujuk pada unsur perjanjian kerja yang mungkin dilanggar sebagai berikut:
Kesepakatan kedua belah pihak
Dalam hal ini, pihaknya adalah pekerja dan perusahaan yang bersepakat untuk memberikan pekerjaan selaku legal officer. Namun kenyataannya, Anda ditempatkan pada posisi yang tidak sesuai dengan kesepakatan dalam perikatan semula, karena bekerja di bidang marketing dan teknik industri.
Dalam hal ini, pihak perusahaan telah mengingkari perikatan pokok dan dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi. Kesepakatan awal berupa pekerjaan sebagai legal officer dapat dibuktikan dengan menggunakan lowongan yang dibuat oleh perusahaan. Perlu dilihat juga apakah ada kesepakatan mengenai status hubungan kerja dalam posisi “legal officer” tersebut, apakah sebagai perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu, karena harus disepakati oleh kedua belah pihak.
Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
Dalam hal ini, Anda, kami asumsikan, dianggap cakap jika telah memenuhi syarat selaku subjek hukum yang telah berusia 21 tahun atau sudah menikah sebagaimana diterangkan Pasal 330 KUH Perdata. Demikian juga pihak perusahaan, haruslah memenuhi syarat sebagai subjek hukum berupa badan hukum.
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
Dalam hal ini, pokok persoalan yang dimaksud adalah adanya suatu hal tertentu berupa pekerjaan yang disepakati oleh Anda dan perusahaan. Jika pada lowongan, perusahaan menyatakan membutuhkan seorang legal officer, namun ternyata setelah diterima, Anda selaku pekerja justru ditempatkan di bidang marketing dan teknik industri, perlu dilihat kembali apakah hal tersebut dimuat dalam perjanjian kerja.
Jika tidak dimuat, maka Anda dapat mengacu pada iklan lowongan kerja yang dibuat oleh perusahaan semula. Selain mengenai posisi pekerjaan, sifat dari pekerjaan serta kepastian hukum mengenai status hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan harus ditentukan. Jika memang pekerjaan yang secara nyata Anda laksanakan berbeda dengan yang diperjanjikan, perusahaan dipandang telah wanprestasi.
Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku
Termasuk di dalamnya, pihak perusahaan tidak boleh memperjanjikan hal-hal yang tidak sejalan dengan UU Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Patut diperhatikan pula bahwa perjanjian kerja dalam bentuk tertulis minimal harus memuat:[1]
nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
jabatan atau jenis pekerjaan;
tempat pekerjaan;
besarnya upah dan cara pembayarannya;
syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Kekuatan Hukum Surat Pernyataan
Sebuah surat pernyataan, jika mengacu pada KUH Perdata, bukan merupakan akta autentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata, yakni suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Surat pernyataan merupakan akta yang ditandatangani di bawah tangan, yaitu akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.[2]
Surat pernyataan pun hanya akan memiliki kekuatan mengikat secara hukum dan kekuatan pembuktian setara dengan akta autentik jika diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya (orang yang menandatanganinya)[3] sebagaimana diatur Pasal 1875 KUH Perdata.
Maka, jika pihak yang menandatangani menyangkal kebenaran isi dari surat pernyataan tersebut, maka surat pernyataan tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum dan tidak memiliki kekuatan pembuktian.
Selain itu, surat pernyataan bukan merupakan perjanjian atau kesepakatan jika di dalamnya tidak terdapat perikatan jenis apa pun. Digunakannya meterai pada surat pernyataan pun hanya memiliki konsekuensi terhadap bea meterai (pajak). Keberadaan meterai tidak memiliki dampak pada kekuatan pembuktian isi dari surat pernyataan, karena perjanjian pun tetap sah walau tidak dibubuhi meterai.
Seandainya pihak perusahaan memasukkan isi surat pernyataan tersebut ke dalam perjanjian kerja, maka baru berlakulah ketentuan mengenai perjanjian timbal balik yang masing-masing pihak dibebani kewajiban untuk memenuhi prestasi secara timbal balik.
Namun menurut hemat kami, seseorang tidak berhak menggugat apabila ia sendiri tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Lebih lanjut, berdasarkan uraian di atas, kami berpendapat jalan keluar dari persoalan Anda dalam kasus ini adalah Anda dapat menyangkal surat pernyataan yang pernah ditandatangani, karena pihak perusahaan telah melakukan wanprestasi atas perikatan pokok (perjanjian kerja) terkait jenis serta posisi pekerjaan yang diberikan kepada Anda.
Adapun untuk menyelesaikan permasalahan hubungan kerja Anda dengan perusahaan, UU PPHImemiliki mekanisme penyelesaian perselisihan tersebut, yakni termasuk perselisihan kepentingan.[4]
Anda dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan perusahaan melalui proses bipartit, yakni perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial[5] mengenai ketidaksesuaian antara job description ketika melamar pekerjaan, yang asumsi kami juga telah dituangkan dalam perjanjian kerja, dengan pekerjaan yang secara nyata dilakukan saat ini.
Selanjutnya, jika proses bipartit gagal, Anda dapat menempuh proses tripartit melalui konsiliasi atau arbitrase dan langkah selanjutnya mengajukangugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[6]
Demikian jawaban dari kami terkait surat pernyataan dalam hubungan kerja sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja