Intisari:
Cuti Bersyarat dapat diberikan kepada Narapidana yang melakukan Tindak Pidana Korupsi yang telah memenuhi syarat: dipidana dengan pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan; telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana; dan berkelakuan baik dalam kurun waktu 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
Perihal mengenai dikabulkannya atau tidak permohonan Cuti Bersyarat tersebut bergantung pada hasil pendataan Petugas Pemasyarakatan. Pengajuan untuk mendapatkan Cuti Bersyarat cukup diajukan kepada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dimana kakak Anda menjalani hukuman dan kemudian pihak Lapas (Petugas Pemasyarakatan) akan mendatanya, lalu mengusulkan ke Kepala Lapas untuk disetujui. Setelah disetujui, lalu Kepala Lapas menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan Pusat (Jakarta) dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah (Surabaya). Setelah usulan diverifikasi oleh Kepala Kantor Wilayah, hasil verifikasi disampaikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Pusat/Jakarta). Jika Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyetujui usul pemberian Cuti Bersyarat, maka Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan keputusan pemberian Cuti Bersyarat. Anda tidak perlu mengirimkan ke Surabaya dan Jakarta sebagaimana yang Anda maksud. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Cuti Bersyarat
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat adalah program pembinaan untuk mengintegrasikan Narapidana dan Anak ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Sederhananya, Cuti Bersyarat adalah proses pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan bagi Narapidana dan Anak setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Syarat Cuti Bersayarat Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Berdasarkan Pasal 115 ayat (1) Permenkumham 3/2018, syarat agar seorang Narapidana Tipikor mendapatkan Cuti Bersyarat adalah sebagai berikut:
Cuti Bersyarat dapat diberikan kepada Narapidana yang melakukan tindak pidana terorisme, korupsi, kejahatan terhadap negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya yang telah memenuhi syarat:
dipidana dengan pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan;
telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana; dan
berkelakuan baik dalam kurun waktu 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
Selain syarat-syarat tersebut, seorang Narapidana Tindak Pidana Korupsi (“Tipikor”) juga harus membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan amar putusan/vonis oleh Majelis Hakim yang memutus dan mengadili perkaranya sebagaimana diatur Pasal 115 ayat (2) Permenkumham 3/2018:
Selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian Cuti Bersyarat bagi narapidana yang melakukan tindak pidana korupsi harus juga telah membayar lunas denda dan uang pengganti.
Walaupun sudah menjalani 8 (delapan) bulan masa hukuman penjara dan sudah melayangkan permohonan Cuti Bersyarat, perihal mengenai dikabulkannya atau tidak permohonan Cuti Bersyarat tersebut bergantung pada hasil pendataan Petugas Pemasyarakatan
[1] terkait terpenuhinya syarat Pemberian Cuti Bersyarat apakah telah sesuai dengan Pasal 115 ayat (1) Permenkumham 3/2018 tersebut dan
kelengkapan dokumen sesuai dengan ketentuan Pasal 118 ayat (1) Permenkumham 3/2018 yakni:
fotokopi kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
laporan perkembangan pembinaan Narapidana atau Anak yang ditandatangani oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan (“Lapas”)/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”).
laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan yang diketahui oleh Kepala Bapas;
surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Cuti Bersyarat terhadap Narapidana atau Anak yang bersangkutan;
salinan register F dari Kepala Lapas/LPKA;
salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas/LPKA;
surat pernyataan dari Narapidana atau Anak tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum;
surat jaminan kesanggupan dari pihak Keluarga, Wali, Lembaga Sosial atau Yayasan yang diketahui oleh lurah atau kepala desa atau nama lain yang menyatakan bahwa:
Narapidana atau Anak tidak akan melarikan diri dan/atau tidak melakukan perbuatan melanggar hukum; dan
membantu dalam membimbing dan mengawasi Narapidana atau Anak selama mengikuti program Cuti Bersyarat.
Bukti lunas pembayaran denda dan uang pengganti.
[2]
Dalam hal surat pemberitahuan tentang rencana pemberian Cuti Bersyarat terhadap Narapidana tidak mendapatkan surat balasan dari Kejaksaan Negeri paling lama 12 hari untuk narapidana dan 7 (tujuh) hari untuk Anak terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan dikirim, Cuti Bersyarat tetap diberikan.
[3]
Tata Cara Pemberian Cuti Bersyarat Bagi Narapidana Tipikor
Setelah syarat dan kelengkapan dokumen terkait permohonan Cuti Bersyarat tersebut telah terpenuhi, maka selanjutnya akan dibahas mengenai prosedur atau tata cara pemberian Cuti Bersyarat Bagi Narapidana Tipikor.
Tata cara pemberian Cuti Bersyarat bagi Narapidana Tipikor secara mutatis mutandis diatur dalam Pasal 107 s/d Pasal 111 Permenkumham 3/2018 yakni secara singkat kami menjelaskannya sebagai berikut :
Pemberian Cuti Bersyarat dilaksanakan melalui sistem informasi pemasyarakatan yang merupakan sistem informasi pemasyarakatan yang terintegrasi antara Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, Kantor Wilayah, dengan Direktorat Jenderal;[4] Tim Pengamat Pemasyarakatan Lapas/LPKA merekomendasikan usul Cuti Bersyarat kepada Kepala Lapas/LPKA berdasarkan pendataan terhadap Narapidana Tipikor yang telah memenuhi persyaratan (Persyaratan Cuti Bersyarat dan Kelengkapan dokumen);
[5]Dalam hal Kepala Lapas/LPKA menyetujui usul pemberian Cuti Bersyarat, usul tersebut disampaikan oleh Kepala Lapas kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan Pusat (Jakarta) dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah (Surabaya);
[6]Kepala Kantor Wilayah (Surabaya) melakukan verifikasi terhadap tembusan usul pemberian Cuti Bersyarat yang kemudian hasil verifikasi tersebut disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan Pusat (Jakarta);
[7]Direktur Jenderal Pemasyarakatan memverifikasi usul pemberian Cuti Bersyarat. Jika dari hasil verifikasi tersebut perlu perbaikan, maka usul tersebut dikembalikan kepada Kepala Lapas/LPKA untuk diperbaiki. Jika telah diperbaiki, hasil perbaikan disampaikan kembali oleh Kepala Lapas/LPKA kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan Pusat (Jakarta) dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah (Surabaya);
[8]Dalam hal Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyetujui usul pemberian Cuti Bersyarat, Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan keputusan pemberian Cuti Bersyarat yang kemudian Keputusan tersebut disampaikan kepada Kepala Lapas/LPKA untuk diberitahukan kepada narapidana tipikor dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah.
[9]
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pengajuan untuk mendapatkan Cuti Bersyarat cukup diajukan kepada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dimana kakak Anda menjalani hukuman dan kemudian pihak Lapas (Petugas Pemasyarakatan) akan mendatanya, lalu mengusulkan ke Kepala Lapas untuk disetujui. Setelah disetujui, lalu Kepala Lapas menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan Pusat (Jakarta) dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah (Surabaya). Setelah usulan diverifikasi oleh Kepala Kantor Wilayah, hasil verifikasi disampaikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Pusat/Jakarta). Jika Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyetujui usul pemberian Cuti Bersyarat, maka Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan keputusan pemberian Cuti Bersyarat. Anda tidak perlu mengirimkan ke Surabaya dan Jakarta sebagaimana yang Anda maksud.
Demikian jawaban dari kami,semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
[1] Pasal 123 ayat (1) Permenkumham 3/2018
[2] Pasal 119 ayat (2) Permenkumhan 3/2018
[3] Pasal 118 ayat (2) Permenkumham 3/2018
[4] Pasal 120 Permenkumham 3/2018
[5] Pasal 123 Permenkumham 3/2018
[6] Pasal 124 jo. Pasal 108 ayat (2) Permenkumham 3/2018
[7] Pasal 124 jo. Pasal 109 Permenkumham 3/2018
[8] Pasal 124 jo. Pasal 110 Permenkumham 3/2018
[9] Pasal 124 jo. Pasal 111 Permenkumham 3/2018