Saya mempunyai pertanyaan seputar akad. Pada bulan Mei 20XA, A dan B melakukan akad Pembiayaan Mudharabah dengan kesepakatan bahwa Arbitrase Syariah dipilih sebagai lembaga penyelesaian jika terjadi sengketa di antara para pihak. Lalu pada bulan Juni 20XA, A dan B kembali melakukan penambahan dana pembiayaan Mudharabah pada akad yang kedua, akan tetapi lembaga untuk menyelesaikan sengketanya dipilih berdasarkan kesepakatan para pihak. Pertanyaannya, apakah akad yang kedua itu sah? Ataukah akad tersebut termasuk reakad? Bukankah klausul Arbitrase Syariah menggugurkan kewenangan lembaga yang lain untuk menyelesaikan sengketa di antara para pihak? Atas jawabannya, saya ucapkan terima kasih.
Yang terjadi dalam Akad Mudharabah yang Anda lakukan dengan Bank Syariah dimana terjadi penambahan dana pembiayaan Mudharabah pada akad yang kedua adalah suatu addendum dalam perjanjian.
Istilah addendum dipergunakan saat ada tambahan atau lampiran pada perjanjian pokoknya, namun merupakan satu kesatuan dengan perjanjian pokoknya, sehingga lembaga penyelesaian sengketa yang dipilih berdasarkan kesepakatan para pihak pada akad kedua merupakan kesepakatan para pihak sebaimana akad pertama yaitu melalui Badan Arbitrase Syariah.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ketentuan Pasal 1 angka 8 UU Arbitrase dan APS yang berbunyi:
Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
Adapun sengketa yang dapat diselesaikan melalui Arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.[1]
Dalam hal ini,lembaga arbiter yang menangani penyelesaian perselisihan sengketa di bidang ekonomi syariah adalahBadan Arbitrase Syariah Nasional(“Basyarnas”) sebagai lembaga Arbitrase yang didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia, sebagaimana tercantum dalam SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003.[2]
Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS (Unit Usaha Syariah) dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.
Kemudian,yang dimaksud dengan Akad Mudharabah dalam Pembiayaan adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau Nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.[3]
Melihat dua definisi di atas, maka prinsip dasar akad/akad mudharabah adalah sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 1320Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) tentang syarat sah suatu perjanjian, yakni: 1) Kesepakatan para pihak dalam perjanjian, 2) Kecakapan para pihak dalam perjanjian, 3) Suatu hal tertentu, dan 4) Sebab yang halaljo. Pasal 1338 KUH Perdatatentang akibat perjanjian, dimana perjanjian itu berlaku sebagai undang-undangbagi mereka yang membuatnya. Penjelasan lebih lanjut tentang prinsip dasar perjanjian dapat Anda simakBatalnya Suatu Perjanjian dan Pembatalan Perjanjian yang Batal demi Hukum.
Sehubungan dengan permasalahan Anda, kami menangkap bahwa yang terjadi dalam Akad Mudharabah yang Andalakukan dengan Bank Syariahdimana terjadi penambahan dana pembiayaan Mudharabah pada akad yang kedua adalah suatu addendum dalam perjanjian.
Pada umumnya, istilah addendum dipergunakan saat ada tambahan atau lampiran pada perjanjian pokoknya namunmerupakan satu kesatuan dengan perjanjian pokoknya.Meskipun jangka waktu perjanjian tersebut belum berakhir, para pihak dapat menambahkan addendum sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak. Penjelasan lebih lanjut tentang addendum dapat Anda simak dalam artikelAddendum atau Perpanjangan Kontrak?.
Berdasarkan penjelasan hal-hal di atas, kami dapat menjawab pertanyaan Andasebagai berikut:
-Apakah akad yang kedua itu sah?
Akad kedua sah sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak dan sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.
-Ataukah akad tersebut termasuk reakad?
Kami berpendapat penambahan dana pembiayaan mudharabah pada akad yang kedua merupakan satu kesatuan dengan perjanjian pokoknya (akad pertama) sehingga akad kedua merupakan penambahan dari akad pertama.
-Bukankah klausul Arbitrase Syariah menggugurkan kewenangan lembaga lain untuk menyelesaikan sengketa diantara para pihak?
Benar, hal inisesuai ketentuan Pasal 11 UU Arbitrase dan APSyang berbunyi:
(1)Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.
(2)Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketayang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang-undang
-Bolehkah membuat akad baru tetapi memuat lembaga penyelesaian yang berbeda dari akad pertama?
Karenaakad baru/akad kedua dalam hal ini adalah merupakan penambahan dana pembiayaan Mudharabah, maka akad baru ini merupakan satu kesatuan dengan perjanjian pokoknya, sehingga yang dimaksud dengan lembaga penyelesaian sengketa yang dipilih berdasarkan kesepakatan para pihak pada akad kedua merupakan kesepakatan para pihak sebaimana akad pertama yaitu melalui Badan Arbitrase Syariah.