Bolehkah Rombongan Mobil Pejabat Menerobos Lampu Merah?
Bacaan 10 Menit
PERTANYAAN
Adakah undang-undang yang menyatakan kalau rombongan pejabat negara bisa dengan seenaknya menerobos lampu merah?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 10 Menit
Adakah undang-undang yang menyatakan kalau rombongan pejabat negara bisa dengan seenaknya menerobos lampu merah?
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Kendaraan pejabat negara seperti pimpinan lembaga negara merupakan salah satu kendaraan yang memiliki hak utama, yaitu kendaraan bermotor yang mendapat prioritas dan wajib didahulukan dari pengguna jalan lain. Kendaraan ini mendapatkan pengecualian dari kewajiban berhenti saat lampu merah berdasarkan undang-undang, yakni diberi hak untuk terus jalan dalam keadaan lampu merah. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini. |
Lampu merah dikenal sebagai Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dalam peraturan perundang-undangan yang ada, yakni dalam Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) dan Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“PP 79/2013”):
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan alat pemberi isyarat lalu lintas (Pasal 106 ayat [4] huruf c UU LLAJ). Sedangkan sanksi bagi pelanggarnya adalah pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu (Pasal 287 ayat [2] UU LLAJ).
Melihat dari frasa “setiap orang” dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c UU LLAJ hendaknya dimaknai bahwa setiap orang tanpa terkecuali wajib mematuhi ketentuan alat pemberi isyarat lalu lintas.
Namun, perlu diketahui bahwa dalam undang-undang diatur soal “pengguna jalan yang diprioritaskan” atau “kendaraan bermotor yang memiliki hak utama”. Adapun yang dimaksud dengan "Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama" adalah Kendaraan Bermotor yang mendapat prioritas dan wajib didahulukan dari Pengguna Jalan lain [penjelasan Pasal 59 ayat (3) UU LLAJ].
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut [Pasal 134 UU LLAJ]:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. konvoi dan/ atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
Mengacu pada penjelasan hak utama di sini, kendaraan pejabat negara seperti pimpinan lembaga negara diberikan hak utama untuk didahulukan. Jadi, pengemudi kendaraan pejabat negara tersebut memperoleh hak utama untuk diprioritaskan lewat. Lalu apa yang dimaksud dengan hak utama untuk didahulukan di sini? Apakah termasuk menerobos lampu merah?
Menerobos lampu merah oleh kendaraan pengguna jalan yang diprioritaskan merupakan bentuk dari pengecualian pengaturan arus lalu lintas yang dikenal dengan istilah “keadaan tertentu” dalam Pasal 104 ayat (1) UU LLAJ yang berbunyi:
Dalam keadaan tertentu untuk Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan tindakan:
a. memberhentikan arus Lalu Lintas dan/atau Pengguna Jalan;
b. memerintahkan Pengguna Jalan untuk jalan terus;
c. mempercepat arus Lalu Lintas;
d. memperlambat arus Lalu Lintas; dan/atau
e. mengalihkan arah arus Lalu Lintas.
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" menurut penjelasan pasal ini adalah keadaan sistem Lalu Lintas tidak berfungsi untuk Kelancaran Lalu Lintas yang disebabkan, antara lain, oleh:
a. perubahan Lalu Lintas secara tiba-tiba atau situasional;
b. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas tidak berfungsi;
c. adanya Pengguna Jalan yang diprioritaskan;
d. adanya pekerjaan jalan;
e. adanya bencana alam; dan/atau
f. adanya Kecelakaan Lalu Lintas
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh polisi dalam Pasal 104 ayat (1) UU LLAJ wajib diutamakan daripada perintah yang diberikan oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan (Pasal 104 ayat (2) UU LLAJ).
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, memang ada beberapa pengguna jalan yang dikecualikan dari keharusan berhenti ketika ada lampu merah, seperti salah satunya ada pengguna jalan yang diprioritaskan. Dalam keadaan ini, kepolisian dapat melakukan tindakan memerintahkan pengguna jalan yang diprioritaskan untuk jalan terus, dan perintah tersebut harus diutamakan dari perintah yang diberikan oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (lampu merah).
Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?