Halo admin, saya mengalami cobaan dari kakak kelas. Sebenarnya bolehkah seorang kakak kelas menyiksa adik kelas dengan cara push up 1600 kali untuk mengganti kesalahan kita yang SEPELE dan semua kesalahan kita dicatat seakan-akan kakak kelas mencari kesalahan kita sekecil apapun? Juga memaki-maki kami dengan kata-kata yang menyakitkan. Apakah ini boleh dilakukan? Apakah ada pasal yang menjelaskan tentang hal tersebut? Thanks ;)
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang samayang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pernah dipublikasikan pada Rabu, 24 September 2014
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Jika “penghukuman” tersebut dilakukan di masa pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru, pada dasarnya Permendikbud 18/2016 mengatur bahwa memberikan hukuman kepada siswa baru yang tidak mendidik seperti hukuman yang bersifat fisik dan/atau mengarah pada tindak kekerasan merupakan salah satu contoh aktivitas yang dilarang dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah.
Sementara soal kekerasan terhadap anak, UU Perlindungan Anak telah mengatur larangan bagi setiap orang untuk menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak.
Apa ancaman pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Kami menyimpulkan bahwa peristiwa disuruhnya Anda sebagai adik kelas oleh kakak kelas untuk push up itu dilakukan di kawasan sekolah. Pada prinsipnya, sekolah sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan perlu memperhatikan aturan-aturan yang berlaku di setiap kegiatan belajar-mengajar.
“Penghukuman” Kakak Kelas Terhadap Adik Kelas
Berdasarkan pertanyaan Anda, ada dua kemungkinan di sini, yang pertama, apakah “penghukuman” itu dilakukan memang saat penyelenggaraan perpeloncoan di sekolah atau yang dikenal dengan nama Masa Orientasi Sekolah (“MOS”) atau masa pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru; atau yang kedua, “penghukuman” itu dilakukan tidak saat MOS.
1.Di Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah
Yang pertama, jika “penghukuman” itu dilakukan saat terselenggaranya perpeloncoan di sekolah, adapun ketentuan dasar mengenai pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru yang dibenarkan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru (“Permendikbud 18/2016”).
Dalam Permendikbud 18/2016tersebut antara lain berisi ketentuan bahwa dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru perlu dilakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan kreatif untuk mewujudkan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan.[1]
Memberikan hukuman kepada siswa baru yang tidak mendidik seperti hukuman yang bersifat fisik dan/atau mengarah pada tindak kekerasan merupakan salah satu contoh aktivitas yang dilarang dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah.[2]
Dari sini dapat kita ketahui bahwa kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolahyang dilakukan bersifat edukatif, termasuk menurut hemat kami penerapan “hukuman” bagi siswa, seperti tidak adanya tindak kekerasan fisik yang dilakukan oleh kakak kelas kepada adik kelasnya.
Pengenalan lingkungan sekolah dilakukan dengan memperhatikan salah satunya adalah dilarang bersifat perpeloncoan atau tindak kekerasan lainnya.[3]
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, perbuatan kakak Anda yang “menghukum” Anda dengan push up bisa dikategorikan sebagai kegiatan yang merugikan Anda secara fisik dan tidak dibenarkan. Sebagai sebuah institusi pendidikan, permasalahan yang terjadi di lingkungan sekolah sepatutnya diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme internal yang berlaku. Hal ini dilakukan dalam rangka mencari jalan keluar secara kekeluargaan terhadap permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu, adapun langkah yang dapat Anda lakukan adalah melaporkan kepada guru selaku pelaksana, pembimbing, dan pengawas kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah.
Masih berkaitan dengan Pengenalan Lingkungan Sekolahdan langkah yang dapat Anda lakukan, dalam artikel KPAI Bentuk Posko Pengaduan Perploncoan Siswadisebutkan bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berpendapat, pekan orientasi harus diarahkan untuk menyiapkan proses pembelajaran bagi siswa baru, bukan ajang perpeloncoan, kegiatan yang meneror fisik maupun psikis, bukan juga ajang eksploitasi senior pada junior. KPAI membuka posko pengaduan masyarakat jika ada kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi dalam pelaksanaan proses pendidikan anak, khususnya pada saat MOS. Oleh karena itu, langkah lain yang dapat Anda lakukan adalah dengan mengadukan perbuatan kakak kelas Anda kepada KPAI jika memang Anda merasa ada kekerasan fisik yang dilakukan terhadap Anda.
2.Di Luar Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah
Kemungkinan yang kedua adalah “penghukuman” itu dilakukan tidak saat MOS, yakni waktu biasa pada umumnya. Terkait hal ini, ada ketentuan pidana dan perdata yang dapat diterapkan di sini. Anda mengatakan bahwa Anda dimaki-maki dengan kata-kata yang menyakitkan. Makian yang dilontarkan kakak kelas terhadap Anda, jika bukan dengan “menuduh suatu perbuatan”, dapat dikategorikan sebagai penghinaan ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”) yang berbunyi:
“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, untuk dapat dikatakan sebagai penghinaan ringan, maka perbuatan itu dilakukan tidak dengan jalan “menuduh suatu perbuatan”. Penghinaan yang dilakukan dengan “menuduh suatu perbuatan” termasuk pada delik penghinaan (lihat Pasal 310 KUHP) atau penghinaan dengan tulisan (lihat Pasal 311 KUHP). Penghinaan yang dilakukan dengan jalan selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “bajingan” dan sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.
Sedangkan secara perdata, Anda dapat meminta ganti rugi materiil melalui gugatan perdata. Dari sisi hukum perdata, dengan bukti adanya putusan yang berkuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) mengenai pidana dimaksud, dapat diajukan gugatan perbuatan melawan hukum yang didasarkan pada ketentuan Pasal 1372 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yang dikutip sebagai berikut:
“Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.”
Pasal tentang penganiayaan anak ini diatur khusus dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang berbunyi:
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Sementara, sanksi bagi orang yang melanggar pasal di atas (pelaku kekerasan/peganiayaan) ditentukan dalam Pasal 80 UU 35/2014:
(1)Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2)Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3)Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4)Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
Namun, dilihat dari segi hukum perdata, atas perbuatan kakak kelas Anda yang bisa jadi merugikan Anda, pihak sekolah atau guru-guru juga bisa dimintai tanggung jawab ganti kerugian. Hal ini karena menurut Pasal 1367 ayat (1) KUH Perdata, seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
Masih berkaitan dengan hal ini, Pasal 1367 ayat (4) KUH Perdata berbunyi:
“Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada di bawah pengawasan mereka.”
Mengacu pada pasal di atas, maka guru-guru di sekolah yang bersangkutan pada prinsipnya turut bertanggungjawab atas perbuatan kakak kelas Anda terhadap Anda. Sebagai referensi, Anda dapat pula membaca artikel Apakah Perploncoan di Kampus Bisa Dipidanakan?
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus penerapan salah satu pasal yang kami uraikan di atas dapat kita lihat dalamPutusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor 129/PID.Sus/2013/PN.Bi.Dalam putusan itu diketahui bahwa terdakwa adalah kakak kelas dari korban yang bersekolah di sekolah yang sama. Terdakwa melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap adik kelasnya dengan cara memukul korban di bagian bawah mata dan di kepala bagian depan hingga berdarah. Berdasarkan hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS), sebenarnya pihak keluarga dan sekolah berupaya agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Pihak sekolah sudah berusaha untuk mendamaikan dalam permasalahan ini dan beranggapan persoalannya telah selesai, sehingga korban maupun terdakwa dapat belajar dengan tenang. Namun, akhirnya kasus ini bergulir hingga ke meja hijau. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan penganiayaan terhadap anak” berdasarkan Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak dan hakim menjatuhkan sanksi tindakan kepada terdakwa berupa mengembalikan kepada orang tua.