Apakah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Dapat Beracara di Persidangan?
Bacaan 7 Menit
PERTANYAAN
Dapatkah Lembaga Perlindungan Konsumen beracara dalam persidangan yang berkaitan dengan permasalahan (sengketa) konsumen?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 7 Menit
Dapatkah Lembaga Perlindungan Konsumen beracara dalam persidangan yang berkaitan dengan permasalahan (sengketa) konsumen?
Sebelumnya, kami ingin melengkapi bahwa istilah yang dikenal dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) adalah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Perlindungan Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (“LPKSM”) adalah lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
Sebelum mengetahui apakah LPKSM bisa beracara dalam persidangan, terlebih dahulu kita mengetahui apa saja tugas LPKSM itu. Tugasnya meliputi kegiatan [Pasal 44 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen]:
a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Mengacu pada pasal di atas, adapun tugas LPKSM yang berkaitan dengan pertanyaan Anda adalah dalam hal membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. Di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (“PP LPKSM”) dikatakan bahwa dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok.
Tidak dijelaskan dalam PP LPKSM ini bagaimana bentuk advokasi yang dimaksud, apakah dalam bentuk memberikan jasa hukum sebagaimana halnya advokat di persidangan atau tidak. Akan tetapi, berdasarkan penelusuran kami dan mengacu pada rumusan pasal-pasal dalam PP LPKSM, tugas LPKSM sebatas pada membantu konsumen untuk menerima keluhan konsumen.
Di samping itu, jasa hukum hanyalah diberikan oleh orang yang memang berprofesi sebagai advokat sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”):
“Jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.”
Akan tetapi, pada prinsipnya, LPKSM ini diberikan hak oleh undang-undang untuk melakukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha. Pasal 46 ayat (1) huruf c UU Perlindungan Konsumen mengatakan bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Sebagai contoh kita mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 62/Pdt.G/2013/PN.KPJ. Dalam putusan tersebut diuraikan bahwa ada 2 (dua) tergugat yaitu Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia, yang mendalilkan dirinya sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang perlindungan konsumen (“Penggugat I”), serta Mardi, konsumen yang mengadu kepada Penggugat I karena dirugikan oleh pelaku usaha (“Penggugat II”). Kedua Penggugat menggugat suatu koperasi yang dalam hal ini bertindak sebagai pelaku usaha.
Dalam perkara ini Hakim berpendapat bahwa apabila lembaga perlindungan konsumen tersebut berperan sebagai penerima kuasa dari Mardi (dalam hal ini beracara di pengadilan untuk memberikan jasa hukum), maka berdasarkan UU Advokat yang dapat menjadi kuasa hanyalah Advokat.
Akan tetapi, apabila lembaga perlindungan konsumen tersebut bertindak sebagai suatu lembaga yang menggugat, maka perlu dilihat apakah LPKSM tersebut memiliki kapasitas hukum untuk menggugat atau tidak (legitima persona standi in judicio).
Gugatan atas pelanggaran konsumen dapat dilakukan oleh LPKSM yang memenuhi syarat, yaitu LPKSM berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu badan/perkumpulan/badan usaha agar dapat dikatakan sebagai badan hukum (legal person/rechtperson). Menurut doktrin ilmu hukum syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah ;
2. Mempunyai tujuan tertentu ;
3. Mempunyai kepentingan sendiri ;
4. Adanya kepengurusan/organisasi yang teratur ;
Setelah dilakukan pemeriksaan di pengadilan, syarat adanya harta kekayaan yang terpisah untuk diakuinya sebagai badan hukum tidak dipenuhi oleh LPKSM tersebut. Dalam Anggaran Dasar Penggugat I, tidak nampak adanya pemisahan yang jelas antara harta kekayaan Penggugat I dengan harta kekayaan para pengurusnya. Selain itu, tidak nampak adanya bukti pengesahan badan hukum dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, LPKSM ini tidak memiliki kapasitas hukum untuk menggugat sebagaimana disebut dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c UU Perlindungan Konsumen sehingga gugatan para penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.
Dengan demikian, mengacu pada contoh di atas, maka suatu LPKSM tidak bisa memberikan jasa bantuan hukum (beracara di pengadilan) karena yang dapat menjadi kuasa hanyalah advokat berdasarkan UU Advokat. Adapun hak yang diberikan oleh UU Perlindungan Konsumen hanyalah sebatas hak untuk menggugat. Hak untuk menggugat dari LPKSM itu pun harus dibuktikan dengan status lembaga yang bersangkutan, yakni harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c UU Perlindungan Konsumen.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
2. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 62/Pdt.G/2013/PN.KPJ.
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?