Sahkah Jual Beli Tanah antara Ayah dengan Anak?
Bacaan 10 Menit
PERTANYAAN
Apakah sah secara hukum jual beli tanah antara ayah dengan anak? Terima kasih.
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 10 Menit
Apakah sah secara hukum jual beli tanah antara ayah dengan anak? Terima kasih.
Pada prinsipnya, jual beli tanah yang terjadi antara ayah dengan anaknya tidak berbeda dengan jual beli (tanah) pada umumnya. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang jual beli tanah antara orang tua dengan anak(-anaknya). Berbeda halnya dengan jual beli antara suami-istri yang tidak diperbolehkan berdasarkan Pasal 1467 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).
Selanjutnya, mengenai syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi:
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.
Namun, dalam hal adanya jual beli antara ayah dengan anak harus dilihat kembali mengenai usia anak tersebut, apakah ia sudah dewasa atau belum. Karena seorang anak yang belum dewasa termasuk ke dalam kategori yang tidak cakap untuk membuat persetujuan. Mengenai pihak yang tidak cakap membuat persetujuan diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata, antara lain:
1. anak yang belum dewasa;
2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
Akan tetapi, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 tanggal 5 September 1963, seorang istri berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Sedangkan, mengenai usia dewasa seorang anak diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan bahwa yang belum cukup umur (dewasa) adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin sebelumnya. Jika belum berumur 21 tahun namun telah menikah, maka dianggap telah dewasa secara perdata dan dapat mengadakan perjanjian.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan merupakan suatu syarat subyektif, yang apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.Dapat dibatalkan artinya, salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).
Jadi, bila perjanjian jual beli tanah itu dilakukan antara ayah dengan anak yang sudah berusia dewasa, maka perjanjian tersebut dapat terlaksana. Sedangkan apabila jual beli tanah tersebut dibuat antara ayah dengan anak di bawah umur dan salah satu pihak ada yang tidak setuju, maka di kemudian hari salah satu pihak dapat memintakan pembatalan perjanjian jual beli tanah tersebut ke Pengadilan Negeri. Lebih jauh, simak dalam artikel-artikel Pembatalan Perjanjian yang Batal Demi Hukum dan Perbedaan Batasan Usia Cakap Hukum Dalam Peraturan Perundang-undangan.
Hal penting lainnya menyangkut jual beli tanah adalah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah:
“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
3. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 tanggal 5 September 1963
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?