Bagaimana kalau pasangan yang sudah menikah terus bercerai, dan mantan suami diputuskan oleh Pengadilan Agama untuk membayar tunjangan rutin kepada mantan istri dan anak, tetapi ternyata tidak mau membayar. Apa langkah yang dapat ditempuh? Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Jika hakim sudah memutuskan bahwa mantan suami wajib memberikan nafkah atau tunjangan istri dan anaknya dan apabila mantan suami adalah PNS, maka Anda dapat memberikan putusan pengadilan tersebut kepada atasan mantan suami disertai dengan permohonan agar gaji mantan suami dapat langsung dipotong dari kantor dan diberikan kepada istri dan anak-anak.
Lantas, bagaimana jika mantan suami bukan seorang PNS, apa yang dapat dilakukan?
Penjelasan selengkapnya dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Langkah Hukum Jika Mantan Suami Menolak Menafkahi Mantan Istri yang dibuat oleh Dr. Flora Dianti, S.H., M.H., yang pertama kali dipublikasikan pada Senin, 3 Oktober 2011, dan dimutakhirkan pertama kali pada 19 Mei 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Macam-Macam Nafkah Istri setelah Perceraian dalam Islam
Terkait tunjangan atau nafkah istri setelah cerai, mengutip Hak Istri Setelah Cerai Menurut Islam, ada empat kategori pembagian nafkah kepada mantan istri setelah perceraian dalam Islam, yaitu:
Nafkah madhiyah, yaitu nafkah yang telah lampau dan tidak selalu dihubungkan dengan perkara cerai talak. Dalam hal ini, istri dapat mengajukan tuntutan nafkah madhiyah saat suaminya mengajukan perkara cerai talak dengan mengajukan gugatan rekonvensi.
Nafkah idah. Pasca putusan, mantan istri akan menjalani masa idah. Sehingga konsep nafkah idah sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dijadikan illat yang sama terhadap perkara cerai talak.
Nafkah mutah. Konsepnya adalah istri yang dicerai merasa menderita karena harus berpisah dengan suaminya. Guna meminimalisasi penderitaan atau rasa sedih tersebut, maka diwajibkanlah bagi mantan suami untuk memberikan nafkah mutah sebagai penghilang pilu. Namun, beberapa pendapat menyatakan bahwa apabila yang mengajukan gugatan cerai adalah istri, maka nafkah mutah dianggap tidak ada.
Nafkah anak, yang tentunya jatuh pada saat setelah terjadinya peristiwa cerai. Tidak menutup kemungkinan dibolehkan dalam perkara cerai gugat untuk mengajukan tuntutan atas nafkah anak. Persoalan kewajiban ayah pada anak setelah bercerai menurut islam sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)wajib dipenuhi sesuai kemampuan ayahnya hingga anak tersebut dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri. [1]
Aturan Hukum Nafkah Istri setelah Bercerai
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ketentuan mengenai tunjangan atau nafkah istri dan anak dari mantan suami, dimuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, adapun yang dimaksud sebagai berikut.
Pertama, jika suami bekerja sebagai PNS, berdasarkan ketentuan Pasal 8 PP 45/1990, mantan suami wajib menyerahkan sebagian gaji untuk mantan istri dan anaknya. Adapun bunyi Pasal 8 ayat (1) dan (2) PP 45/1990 adalah sebagai berikut:
(1) Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya.
(2) Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isterinya dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.
Dengan demikian, mantan suami wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk menghidupi bekas istri dan anak-anaknya dengan besaran 1/3 untuk PNS pria (mantan suami) yang bersangkutan, 1/3 untuk bekas istrinya, 1/3 untuk anak-anaknya. Apabila melanggar ketentuan tersebut, mantan suami akan dikenakan sanksi disiplin berat.[2]
Kedua, secara spesifik, KHI mengatur bahwa jika perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:[3]
memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul;
memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam idah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil;
melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul;
memberikan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.
Untuk kasus perceraian cerai gugat atau perceraian yang diajukan oleh pihak istri, KHI tidak menyebutkan tunjangan atau nafkah istri secara eksplisit. Namun, yang jelas, KHI menyatakan hak istri setelah menceraikan suaminya adalah mendapat nafkah idah dari bekas suaminya, kecuali ia nusyuz.[4]
Kembali ke pertanyaan Anda, perlu ditekankan bahwa hakim sudah memutuskan jika mantan suami wajib memberikan nafkah atau tunjangan istri dan anaknya. Menjawab pertanyaan Anda tentang langkah yang dapat ditempuh, apabila mantan suami bekerja sebagai PNS, maka Anda dapat memberikan putusan pengadilan tersebut kepada atasan mantan suami, disertai dengan permohonan agar gaji dari mantan suami dapat langsung dipotong dari kantor dan diberikan kepada istri dan anak-anak.
Namun, apabila mantan suami Anda bukan PNS, maka Anda dapat meminta ke pengadilan untuk memanggil dan memperingatkan mantan suami Anda untuk menjalankan putusan pengadilan yaitu memenuhi nafkah anak dan mantan istri berdasarkan Pasal 196 dan 197 HIR.
Jika putusan pengadilan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap, maka Anda kemudian dapat mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Agama terkait.[5] Putusan pengadilan agama yang menghukum tergugat (mantan suami) berupa pembayaran sejumlah uang (nafkah), maka melalui eksekusi, mantan suami Anda dipaksa melunasi sejumlah uang itu dengan jalan menjual lelang harta kekayaannya.[6]