Kita setuju bahwa penggunaan ganja untuk rekreasi di Indonesia dapat dipidana menggunakan UU Narkotika. Tetapi, apa jadinya jika ada WNI yang menggunakan ganja di negara yang melegalkan ganja, seperti Belanda dan Kanada. Apakah WNI tersebut dapat dipidana menggunakan UU Narkotika ketika pulang ke Indonesia, padahal ia menggunakan ganja di negara lain?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Apakah Warga Negara Indonesia (WNI) menggunakan ganja di luar negeri (negara yang melegalkan ganja) dapat dipidana di Indonesia? Untuk menjawabnya, Anda harus memahami asas berlakunya hukum pidana.
Dalam hal ini berlaku asas personalitas aktif atau asas nasionalitas aktif merupakan asas yang mendikte bahwa undang-undang pidana yang berlaku dalam suatu negara tetap aktif atau dapat diberlakukan terhadap warga negaranya di mana pun mereka berada.
Namun ketentuan ini perlu digarisbawahi, sebab dalam hal WNI menggunakan ganja di luar negeri di mana negara tersebut melegalkan ganja, ia tidak dapat dikenai pidana. Kecuali WNI itu telah melanggar ketentuan pembatasan penggunaan ganja yang telah diatur dalam negara yang melegalkan tersebut.
Sedangkan apabila WNI menggunakan ganja di luar negeri yang negaranya tidak melegalkan ganja, tentu ia dapat dipidana berdasarkan hukum Indonesia.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Sebelumnya perlu Anda ketahui,Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika(“UU Narkotika”) telah mengelompokkan narkotika menjadi 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, narkotika golongan II, dan narkotika golongan III.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dalam hal ini, tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis, sehingga tanaman ganja termasuk narkotika golongan I.[1]
Patut Anda catat, narkotika golongan I adalah hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.[2]
Kemudian, Pasal 8 UU Narkotika pun turut menegaskan:
Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentinganpengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, sertareagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi KepalaBadan Pengawas Obat dan Makanan.
Adapun pengertian dari “reagensia diagnostik” dan “reagensia laboratorium” yang dimaksud adalah:
Reagensia diagnostik adalah narkotika golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk jenis narkotika atau bukan.
Reagensia laboratorium adalah narkotika golongan I tersebut secara terbatas
dipergunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh pihak penyidik apakah termasuk jenis narkotika atau bukan.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan ganja terbatas pada kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi (reagensia diagnostik dan reagensia laboratorium).
Meski demikian, perdebatan terkait penggunaan ganja masih menjadi topik hangat saat ini di mana beberapa negara telah melegalkan ganja. Pelegalan ganja itu dipicu dari hasil penelitian dari beberapa negara tersebut. Contohnya, Bertha K. Madras dalam Update Cannabis and its Medical Use (hal. 19) menyebutkan:
Use of cannabis for specific purposes, internationally:
A recent, international survey of 31countries investigated self-reported medicinal use of cannabis (and cannabinoids). Cannabis was used primarily for back pain (11.9%), sleepingdisorders (6.9%), depression (6.7%), injury or accident-generated pain (6.2%), and multiple sclerosis(4.1%).
Adapun survei di atas mencakup negara responden di antaranya dari Jerman, Perancis, Spanyol, Belanda dan Kanada.
Di Indonesia sendiri, pernah ada Putusan Pengadilan Negeri Sanggau Nomor 111/Pid.Sus/2017/PN Sagyang mana terdakwa menggunakan ganja untuk mengobati istrinya yang sakit syringomyelia. Walau demikian, perbuatan terdakwa tidak dapat dibenarkan karena narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan (hal. 52). Hakim menyebutkan menanam dan menggunakan ganja adalah perbuatan yang salah dan tidak dapat dibenarkan apapun alasannya (hal. 59).
Pada amar putusan, terdakwa dijatuhi pidana penjara 8 bulan dan denda sebesar Rp1 milyar dengan ketentuan apabila denda itu tak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 bulan (hal. 61).
WNI Pakai Ganja di Luar Negeri, Bisakah Dipidana?
Lantas menjawab pertanyaan Anda, karena penggunaan ganja terbatas di Indonesia, bagaimana jika Warga Negara Indonesia (WNI) menggunakan ganja di luar negeri (negara yang melegalkan ganja) di luar peruntukkan dalam UU Narkotika di Indonesia? Apakah WNI yang menggunakan ganja di luar negeri akan dipidana saat kembali ke Indonesia?
Hukum pidana Indonesia mengenal adanya 4 asas berlakunya hukum pidana yaitu:
Asas Teritorial;
Asas Perlindungan;
Asas Universal;
Asas Personalitas.
Dalam kasus ini, dapat berlaku asas personalitas guna menentukan apakah perbuatan WNI memakai ganja di luar negeri dapat dipidana di Indonesia atau tidak. Menurut Teguh Prasetyo dalam bukunya Hukum Acara Pidana Reorientasi Pemikiran Teori Keadilan Bermartabat (hal. 70) menyatakan asas personalitas aktif atau yang disebut sebagai asas nasionalitas aktif merupakan asas yang mendikte bahwa undang-undang pidana yang berlaku dalam suatu negara tetap aktif atau dapat diberlakukan terhadap warga negaranya di mana pun mereka berada.
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:
salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.
salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.
Asas nasionalitas aktif hanya berlaku apabila perbuatan yang dilakukan di negara lain, menurut hukum nasional negara tersebut juga merupakan tindak pidana. Sebaliknya, asas nasional aktif ini tidak berlaku jika perbuatan yang dilakukan menurut hukum negara asalnya adalah tindak pidana, sedangkan menurut hukum negara tempat perbuatan tersebut dilakukan bukan merupakan suatu tindak pidana.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, karena negara yang bersangkutan melegalkan ganja, maka perbuatan WNI yang menggunakan ganja di luar negeri di mana negara itu melegalkannya tak dapat dikenai pidana di Indonesia. Sebaliknya, jika penggunaan ganja di luar negeri di mana negara tersebut juga melarang penggunaan ganja, maka WNI dapat diadili menggunakan hukum pidana Indonesia melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Proses peradilan atas penggunaan ganja ini tentunya harus berdasarkan kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah negara yang bersangkutan untuk mendapatkan bukti-bukti pendukung terkait tindak pidana narkotika.
Bahkan, dapat dimungkinkan WNI diadili menggunakan hukum negara tempat ia memakai ganja yang dilarang tersebut. Ini didasarkan pada adanya asas teritorial, tetapi dapat juga diadili menggunakan hukum Indonesia berdasarkan asas personalitas.
Menyambung pernyataan Anda, Kanada dan Belanda sendiri memang melegalkan ganja, bahkan penjualan ganja dilakukan di tempat umum. Tapi perlu dipahami, legalitas penggunaan ganja tersebut juga memiliki batasan-batasan tertentu.
Di Belanda, seseorang hanya dapat membeli ganja tidak lebih dari 5 gram dan/atau memiliki atau menanam tanaman ganja untuk konsumsi pribadi tidak lebih dari 5 tanaman.[3]
Pembatasan penjualan ganja di Belanda dilakukan dengan melarang wisatawan asing atau para turis atau non-penduduk untuk berkunjung hanya sekedar membeli atau menikmati ganja di Belanda. Karenanya, Belanda memberlakukan kartu anggota atau Weedpass bagi setiap warga negara Belanda yang ingin menikmati ganja dengan terlebih dahulu mengajukan lisensi ke pemerintah Belanda.[4]
Sedangkan di Kanada, seseorang dapat memiliki ganja secara legal sampai dengan 30 gram ganja kering maupun segar. Selain itu, dapat memiliki atau menanam tanaman ganja sampai dengan 4 tanaman di kediaman pribadi.[5]
Selain itu, orang dewasa yang berusia minimal 18 tahun adalah salah satu syarat untuk dapat membeli ganja. Tapi provinsi dan teritori dapat meningkatkan persyaratan usia minimum.[6]
Jadi kesimpulannya, meskipun seseorang tidak dapat dipidana di negara yang melegalkan ganja, namun seseorang dapat dipidana apabila melanggar ketentuan penggunaan ganja di negara tersebut dan melanggar ketentuan hukum pidana di Indonesia.
Maka yang perlu Anda perhatikan, walau penggunaan ganja di Belanda dan Kanada adalah legal, tapi tetap harus diingat bahwa penggunaan ganja di Indonesia adalah ilegal. Serta tak semua negara melegalkan penggunaan ganja.