Apakah penghasilan foreigner di Indonesia terhindar dari double taxation? Apakah Indonesia juga berhak menarik pajak untuk penghasilan lain dari foreigner yang ia dapat di luar Indonesia?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pada intinya, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara, yang wajib dibayar subjek pajak menurut undang-undang, guna membiayai pengeluaran umum yang berkaitan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Lantas, apakah Warga Negara Asing (“WNA”) termasuk subjek pajak? Apakah WNA wajib membayar pajak penghasilan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Apakah WNA Termasuk Subjek Pajak?
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian pajak. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Sedangkan menurut P.J.A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya (subjek pajak) menurut undang-undang, guna membiayai pengeluaran umum yang berkaitan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Lantas, apa itu subjek pajak? Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.[2] Adapun subjek pajak dalam negeri salah satunya adalah Warga Negara Asing (“WNA”) yang:[3]
bertempat tinggal di Indonesia;
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Adapun maksud dari keberadaan di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari, tidaklah harus berturut-turut, melainkan ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.[4]
Kemudian, Pasal 111 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (4) huruf b UU PPh, subjek pajak luar negeri salah satunya adalah WNA yang berada di Indonesia, tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Selanjutnya, berkaitan dengan subjek pajak dalam negeri, subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (“PTKP”).[5] Hal serupa juga ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (3)Peraturan Dirjen Pajak 43/2011, yaitu orang pribadi yang merupakan subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri, apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan melebihi PTKP.
Sedangkan, subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.[6]
Maka, saat WNA bersangkutan telah memenuhi kriteria di atas, ia menjadi subjek pajak dalam negeri, dan secara otomatis WNA tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan 21 (“PPh 21”) yaitu wajib pajak orang pribadi dalam negeri.[7] Sedangkan WNA yang merupakan wajib pajak luar negeri dikenakan Pajak Penghasilan 26 (“PPh 26”) dan dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto yang wajib membayarkan:[8]
dividen;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
hadiah dan penghargaan;
pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
keuntungan karena pembebasan utang.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, penghasilan WNA tentu saja terhindar dari double taxation sebagaimana Anda sebutkan karena telah jelas diatur siapa yang menjadi subjek pajak dan apa yang menjadi objek pajaknya juga.
PPh 26 bagi WNA
Pada dasarnya setiap pekerja berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, salah satunya melalui kebijakan pengupahan, yang meliputi upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.[9] Artinya, upah tersebut untuk pembayaran pesangon atau upah untuk perhitungan pajak penghasilan.[10]
Untuk itu, WNA yang bekerja dan memperoleh penghasilan di Indonesia serta termasuk sebagai wajib pajak luar negeri akan dikenakan PPh 26 sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan sebagaimana diatur dalamPasal 111 angka 2 Perppu 2/2022 yang mengubah Pasal 26 ayat (1) UU PPh.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri dari Indonesia, terdapat 2 sistem pengenaan pajak yaitu:[11]
pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi wajib pajak luar negeri.
Menjawab pertanyaan Anda, dalam hal penghasilan lain WNA yang didapat di luar Indonesia bukan menjadi hak untuk memungut PPh karena penghasilan tersebut jelas bukan berasal atau didapat di Indonesia.
Contoh Hitungan PPh 26
Untuk mempermudah gambaran Anda terkait perhitungan PPh 26, kami akan ilustrasikan contohnya. Misalnya suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp100 juta kepada wajib pajak luar negeri, subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong PPh 26 sebesar 20% dari Rp100 juta.[12]
Contoh lainnya, seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton di Indonesia kemudian merebut hadiah uang, maka atas hadiah tersebut dikenai pemotongan PPh 26 sebesar 20%.[13]
Lebih lanjut, mengenai pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh 21 dan PPh 26, Anda dapat merujuk padaPeraturan Dirjen Pajak 16/2016.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.