1. Status rumah merupakan harta bersama atau harta gono gini yang diperoleh oleh ayah Anda dengan istri pertamanya. Hal ini sesuai dengan pengertian harta bersama menurut ketentuan pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Apabila terjadi suatu perceraian, maka pembagian harta bersama diatur menurut hukum masing masing (pasal 37 UUP). Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya.
Untuk yang beragama Islam, maka ketentuan mengenai pembagian harta bersama diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pasal 97 KHI mengatur bahwa janda atau duda cerai hidup, masing-masing berhak seperdua atau sebagian dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Oleh karena tidak ada perjanjian perkawinan antara ayah Anda dengan mantan istri pertamanya, maka pembagiannya adalah setengah hak dari rumah dimiliki oleh mantan istri pertamanya dan setengah hak lagi dimiliki oleh ayah Anda.
Ketika ayah Anda menikah dengan ibu Anda, maka status rumah tersebut merupakan harta bawaan. Pengaturan mengenai harta bawaan, yakni:
i) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain [pasal 35 ayat (2) UUP jo. pasal 87 ayat (1) KHI]
ii) Harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan [pasal 87 ayat (1) KHI]
Dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang harta bawaan tersebut, maka status rumah tersebut adalah merupakan harta bawaan dari ayah Anda dan dia mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya [pasal 36 ayat (1) UUP].
Namun, perlu diingat kembali bahwa sebagian hak atas rumah tersebut dimiliki oleh mantan istrinya. Karena Anda menyebutkan bahwa saat ini rumah itu ditempati oleh Anda, kakak tiri, serta ayah dan ibu Anda. Sehingga dapat disimpulkan jika setelah perceraian rumah itu dibawah penguasaan ayah Anda. Namun, tetap perlu diingat bahwa sebagian hak atas rumah tersebut menurut hukum tetap dimiliki oleh mantan istri pertamanya. Oleh karena itu, pada saat mantan istri pertama meninggal, maka hak waris terhadap sebagian rumah tersebut jatuh kepada anaknya atau kakak tiri Anda [pasal 174 KHI]. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebagian hak dari rumah tersebut dimiliki oleh ayah Anda dan sebagian lagi dimiliki oleh kakak tiri Anda.
Lalu, bagaimana status rumah tersebut ketika ayah Anda meninggal?
Pewarisan timbul karena kematian dan terdapat ketentuan mengenai pembagian harta warisan dan orang-orang yang berhak untuk mewaris. Telah dijelaskan bahwa pada saat ayah Anda menikah dengan ibu Anda, status rumah tersebut merupakan harta bawaan dari ayah Anda. Harta bawaan akan menjadi bagian dari harta warisan dan berhak diwarisi oleh para ahli waris. Sehingga apabila hanya berbicara mengenai konteks pembagian rumah, maka rumah tersebut dapat diwarisi kepada para ahli warisnya. Namun, tentu saja kakak tiri Anda memperoleh bagian yang lebih besar. Hal ini karena sebelum ayah Anda meninggal, ia telah memiliki sebagian hak dari rumah tersebut yang diperoleh dari ibunya. Kemudian, pada saat ayah Anda meninggal tentu saja kakak tiri anda juga berhak atas bagian warisan dari ayah Anda (lebih jauh mengenai bagian warisan untuk masing-masing ahli waris silahkan lihat di sini).
2. Adapun ketiga buah toko milik ayah Anda yang diatasnamakan Anda, kakak tiri Anda, dan ibu Anda tidak dengan sendirinya menjadi hak milik masing-masing. Mengenai hal ini kami merujuk pada aturan tentang pemisahan harta peninggalan dalam KUHPerdata. Pasal 1083 ayat (2) KUHPerdata dinyatakan bahwa tidak ada seorang pun dari para ahli waris dianggap pernah memperoleh hak milik atas benda-benda dari harta peninggalan. Hal ini berarti, benda-benda yang diperoleh sebelum pewaris meninggal dunia akan diperhitungkan kembali menjadi bagian dari harta warisan dari pewaris. Ketentuan ini untuk melindungi hak-hak para ahli waris agar tidak memperoleh pembagian harta warisan kurang dari bagian yang ditentukan (legitimatie portie). Oleh karenanya para ahli waris dapat menjual benda-benda yang tak bergerak atau beberapa dari benda-benda itu untuk kepentingan warisan, sehingga dapat melaksanakan pembagian harta warisan yang patut (pasal 1076 KUHPerdata).
3. Mengenai permasalahan mengenai cara pembagian harta warisan dari kakak laki-laki ayah Anda kami kembali merujuk pada aturan-aturan dalam KHI. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal 174 ayat (1) huruf b KHI ditentukan mengenai kelompok-kelompok ahli waris yang berhak mewaris menurut hubungan darah, yaitu:
i) Golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek.
ii) Golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak, ayah, ibu, janda, atau duda (pasal 174 ayat [2] KHI).
Dari uraian di atas, ayah Anda menjadi ahli waris dari paman Anda berdasarkan hubungan darah (pasal 174 ayat [1] huruf b KHI). Sedangkan, Anda dan kakak tiri Anda ikut memperoleh warisan dari paman Anda kemungkinan sebagai golongan ashabah yaitu ahli waris yang mendapatkan sisa harta warisan pewaris setelah harta warisan tersebut dibagikan kepada golongan ahli waris pertama.
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
Peraturan perundang-undangan terkait:
- KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau KUHPerdata, Staatsblad 1847 No. 23)
- UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
3. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991)