Salah satu kasus penetapan tersangka yang dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum oleh praperadilan adalah kasus Pegi Setiawan. Pertanyaan saya:
Bagaimana aturan mengenai praperadilan mengenai penetapan tersangka?
Apakah putusan praperadilan dapat dimintakan banding atau upaya hukum lainnya? Mohon dijelaskan dasar hukumnya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Salah satu objek praperadilan adalah mengenai sah atau tidaknya mengenai penetapan tersangka, seperti kasus yang Anda sebutkan dalam pertanyaan. Pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Praperadilan yang dibuat oleh Dinna Sabrianidan pertama kali dipublikasikan pada 31 Mei 2005.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganKonsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Putusan Praperadilan tentang Penetapan Tersangka
Salah satu objek praperadilan adalah penetapan tersangka, seperti kasus yang Anda sebutkan dalam pertanyaan. Dasar hukum praperadilan adalah Pasal 77 KUHAPjo.Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 (hal. 110) yang menyatakan bahwa pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam KUHAP tentang:
sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Terkait dengan objek praperadilan mengenai penetapan tersangka, dalam Pasal 2 ayat (2) PERMA 4/2016diatur bahwa pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.
Putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi, setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.[1]
Adapun, persidangan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka dipimpin hakim tunggal karena sifat pemeriksaannya yang tergolong singkat dan pembuktiannya yang hanya memeriksa aspek formil. Praperadilan ini diajukan dan diproses sebelum perkara pokok disidangkan di pengadilan negeri. Namun, jika perkara pokok sudah mulai diperiksa, maka perkara praperadilannya menjadi gugur.[2]
Apakah putusan praperadilan dapat diajukan banding, kasasi, dan peninjauan kembali? Untuk menjawab hal tersebut, Pasal 83 ayat (1) KUHAP mengatur yang pada prinsipnya adalah putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding. Hal ini karena putusan praperadilan merupakan putusan akhir, yang terhadapnya tidak dapat dilakukan upaya banding. Hal ini sesuai dengan asas tata cara pemeriksaan praperadilan yang dilakukan dengan acara cepat. Selain itu, tujuan dibentuknya lembaga praperadilan ialah untuk mewujudkan putusan dan kepastian hukum dalam waktu yang relatif singkat.
Lebih lanjut, Pasal 45A ayat (2) huruf a UU 5/2004juga memberikan pengecualian terhadap putusan praperadilan untuk diajukan kasasi. Artinya, selain tidak dapat diajukan banding, putusan praperadilan juga tidak dapat diajukan kasasi.
Lantas, apakah putusan praperadilan dapat dilakukan peninjauan kembali? Hal tersebut telah diatur di dalam Pasal 1 dan Pasal 3 ayat (1) PERMA 4/2016 yang menyatakan bahwa putusan praperadilan dilarang/tidak dapat diajukan peninjauan kembali.
Jika putusan praperadilan diajukan peninjauan kembali, maka permohonannya dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri dan penetapan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum.[3]
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda yang kedua, terhadap putusan praperadilan tidak dapat diajukan upaya hukum banding, kasasi, maupun peninjaun kembali. Meski demikian, Mahkamah Agung tetap memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap praperadilan, yang meliputi:[4]
mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim dalam menjalankan tugas praperadilan;
meminta keterangan tentang teknis pemeriksaan praperadilan; dan
memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu terhadap putusan praperadilan yang menyimpang secara fundamental.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan