Adakah hukumnya seseorang (A) mengedit foto laki-laki (suami orang) dengan wanita, seolah-olah mereka berfoto mesra bersama? Kemudian, A menyebarkan foto di media sosial, sehingga terkesan mereka punya hubungan. Padahal laki-laki ini masih punya istri. Apakah perbuatan A termasuk menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dalam UU ITE terbaru/ UU ITE 2024?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Perbuatan mengunggah foto yang telah diedit sedemikian rupa sehingga seolah-olah menggambarkan seorang laki-laki yang sudah beristri menjalin hubungan mesra dengan perempuan lain ke media sosial agar diketahui oleh umum berpotensi dijerat dengan pasal menyerang kehormatan/nama baik orang lain dalam UU 1/2024.
Lalu, apa ancaman pidana bagi orang yang melakukan perbuatan menyerang kehormatan/nama baik orang lain?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Unggah Foto Editan Mesra Suami Orang di Medsos, Dapatkah Dijerat UU ITE? yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 12 Juli 2021
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pasal Menyerang Kehormatan/Nama Baik Orang Lain di UU ITE 2024
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dalam kasus yang Anda tanyakan, seseorang (A) mengunggah foto laki-laki beristri yang telah diedit sedemikian rupa ke media sosial, sehingga seolah-olah menggambarkan laki-laki tersebut memiliki hubungan mesra dengan perempuan lain yang bukan istrinya, agar diketahui oleh umum.
Menurut hemat kami, perbuatan A merupakan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27A UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Kemudian, orang yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 2 tahun, dan/atau denda maksimal Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.
Selanjutnya, menurut Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024, yang dimaksud dari perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.
Namun, perlu diketahui bahwa tindak pidana dalam Pasal 27A UU 1/2024 adalah tindak pidana aduan, sehingga tindak pidana ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban atau orang yang terkena tindak pidana, dan bukan oleh badan hukum.[1] Selain itu, perbuatan dalam Pasal 27A UU 1/2024 tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri.[2]
Maka dari itu, A hanya bisa dituntut jika laki-laki tersebut sebagai korban yang merasa kehormatannya atau nama baiknya rusak, melakukan pengaduan.
Pada dasarnya, Pasal 27A UU 1/2024 memuat unsur “menyerang kehormatan atau nama baik seseorang” yang merujuk pada Pasal 310 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[3] yaitu tahun 2026 dengan bunyi sebagai berikut:
Pasal 310 KUHP
Pasal 433 UU 1/2023
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baikseseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta[4]
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta[5]
Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta[6];
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III yaitu Rp50 juta[7];
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
R. Soesilo menjelaskan definisi “menghina” dalam Pasal 310 KUHP adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Lalu, yang diserang ini biasanya merasa malu. Sedangkan “kehormatan” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksual atau kehormatan yang dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.[8]
Sedangkan menurut Oemar Seno Adji, perbuatan pencemaran nama baik adalah suatu tindakan dengan maksud menyerang kehormatan atau nama baik seseorang yang dikenal dengan istilah aanranding of goede naam.[9]
Kemudian, dalam Penjelasan Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023, sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara menuduh, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan gambar, yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga merugikan orang tersebut. Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu tindak pidana. Tindak pidana menurut ketentuan dalam pasal ini objeknya adalah orang perseorangan. Namun, penistaan terhadap lembaga pemerintah atau sekelompok orang tidak termasuk ketentuan pasal ini.
Selain diatur dalam KUHP, UU 1/2023, UU ITE dan perubahannya, aspek hukum lain yang perlu diperhatikan adalah undang-undang yang menyangkut hak cipta. Foto seseorang adalah karya fotografi dengan objek manusia yang disebut sebagai potret, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 UU Hak Cipta. Selain itu, menurut Pasal 40 ayat (1) huruf l UU Hak Cipta, potret termasuk dalam salah satu ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Jerat Hukum Mengedit Wajah Orang Menjadi Meme, perbuatan mengedit wajah orang termasuk perbuatan memodifikasi ciptaan dan sangat mungkin dilakukan tanpa izin pemilik potret atau pencipta (pemegang hak cipta) dari potret tersebut. Lalu, dalam setiap ciptaan terkandung hak moral dan hak ekonomi.[10] Salah satu hak moral adalah hak pencipta untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan modifikasi karyanya yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya, sebagaimana tercermin dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e UU Hak Cipta. Jadi secara hukum, pelaku wajib mendapatkan izin untuk memodifikasi ciptaan, dalam hal ini mengedit potret atau foto seseorang.
Kesimpulannya, mengedit/memodifikasi foto seseorang dan mengunggahnya di medsos artinya menggunakan informasi elektronik yang berpotensi menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, yang diatur dalam Pasal 27A UU 1/2024. Pelaku yang melanggar ketentuan ini berpotensi dipidana penjara maksimal 2 tahun, dan/atau denda maksimal Rp400 juta. Selain itu, perbuatan mengedit foto/potret orang termasuk perbuatan memodifikasi ciptaan yang melanggar hak moral pencipta yang diatur dalam UU Hak Cipta.