KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tahanan Meninggal Akibat Kekerasan, Apa yang Bisa Ditempuh Keluarga?

Share
Pidana

Tahanan Meninggal Akibat Kekerasan, Apa yang Bisa Ditempuh Keluarga?

Tahanan Meninggal Akibat Kekerasan, Apa yang Bisa Ditempuh Keluarga?
Albert Yosua Bintang, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron

Bacaan 10 Menit

Tahanan Meninggal Akibat Kekerasan, Apa yang Bisa Ditempuh Keluarga?

PERTANYAAN

Suami saya tersangkut kasus pencurian dengan pemberatan, ditahan di polsek lalu dititipkan di polres dalam keadaan sehat tanpa riwayat penyakit. Berjalan waktu beberapa hari di tahanan polres tiba-tiba suami dibawa ke UGD oleh polres dengan kondisi kritis. Sebelum meninggal dunia, suami berkata bahwa ia dianiaya di dalam sel oleh sesama tahanan. Namun, suami meninggal dunia satu hari setelah dibawa ke UGD. Semua biaya RS dibebankan kepada istri, sampai dengan biaya pemulangan jenazah.

Pertanyaan saya:

  1. Tindakan apa yang harus dilakukan istri untuk mencari keadilan bagi suaminya?
  2. Kedudukan istri sah secara hukum negara dibandingkan dengan orang tua suami di mata hukum yang berhak mengajukan laporan siapa? Karena pihak kepolisian membujuk orang tua suami untuk segera dimakamkan tanpa proses autopsi, sementara istri bersikeras meminta autopsi, apakah orang tua suami berhak menyatakan menolak autopsi? Demikian terima kasih

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan pada ruang tahanan/rumah tahanan Polri. Adapun, ruang tahanan Polri yaitu suatu tempat khusus yang digunakan untuk menahan seseorang sesuai dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya dalam proses peradilan, baik di Mabes Polri, Polda, Polres, maupun Polsek.

    Apabila tahanan yang berada di ruang tahanan meninggal dunia diduga akibat kekerasan, apa upaya hukum yang dapat ditempuh oleh keluarganya? Apa yang bisa dilakukan oleh keluarga jika oknum polisi menghalang-halangi dilakukannya autopsi?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    KLINIK TERKAIT

    Penjaga Rutan Siksa Tahanan, Ini Sanksi Hukumnya

    Penjaga Rutan Siksa Tahanan, Ini Sanksi Hukumnya

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Jika Tahanan Meninggal pada Saat Menjalani Penahanan Polisi

    Terkait dengan kasus yang Anda sampaikan, pertama-tama kami akan menjelaskan mengenai definisi dari penahanan menurut Pasal 1 angka 21 KUHAP sebagai berikut:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

    Kemudian, tempat dilakukannya penahanan disebut dengan ruang tahanan Polri yaitu suatu tempat khusus yang digunakan untuk menahan seseorang sesuai dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya dalam proses peradilan.[1]

    Ruang tahanan Polri tersebut diperuntukkan bagi tahanan dalam proses penyidikan Polri dan titipan dari penegak hukum di luar Polri yang berwenang melakukan penahanan, yang berlokasi di:[2]

    1. Markas Besar Polri (Mabes Polri);
    2. Kepolisian Daerah (Polda);
    3. Kepolisian Resor (Polres); dan
    4. Kepolisian Sektor (Polsek).

    Adapun, yang dimaksud dengan tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan pada ruang tahanan/rumah tahanan Polri.[3]

    Dalam menjalani proses penahanan, terkadang terdapat kondisi dimana tahanan meninggal sebelum adanya putusan hakim. Meninggalnya tahanan dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena penyakit, bunuh diri, dan kekerasan.[4]

    Sementara itu, setiap tahanan yang meninggal dunia pada saat menjadi tahanan Polri seharusnya dimintakan visum et repertum sebagaimana diatur di dalam Pasal 16 ayat (3) Perkapolri 4/2015 yang berbunyi:

    Tahanan Polri yang meninggal dunia dimintakan visum et repertum dari dokter yang berwenang dan segera memberitahukan kepada keluarga Tahanan yang meninggal dunia.

    Kami mengasumsikan bahwa almarhum suami Anda belum dilakukan visum et repertum. Sehingga, menurut hemat kami, karena belum diketahui dengan jelas penyebab kematian suami Anda akibat tidak dilakukannya visum et repertum, maka keluarga harus membuat laporan Polisi atas adanya dugaan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian dengan menggunakan Pasal 351 ayat (3) KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku atau Pasal 466 ayat (3) UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan[5] yaitu tahun 2026. Selengkapnya mengenai pasal penganiayaan dapat Anda simak dalam artikel Ini Bunyi Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.

    Laporan polisi yang disampaikan oleh pihak keluarga tersebut, akan menjadi dasar bagi penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian suami Anda sebagai tahanan.

    Lalu, siapa yang berhak untuk membuat laporan polisi? Menurut Pasal 108 ayat (1) KUHAP dikatakan bahwa:

    Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan, dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik atau penyidik baik lisan atau tertulis.

    Artinya, siapapun berhak untuk membuat laporan polisi, jika ia mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban tindak pidana.

    Autopsi terhadap Tahanan yang Meninggal Dunia

    Berdasarkan KBBIautopsi adalah pemeriksaan mayat dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya; bedah mayat.

    Pasal 120 KUHAP menyebutkan bahwa dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus, dalam hal ini seperti visum ataupun autopsi.

    Ketentuan tersebut kemudian diperjelas dalam Pasal 133 KUHAP yakni guna kepentingan peradilan menangani seorang korban, baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa tindak pidana, penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman, atau dokter dan ahli lainnya.

    Lebih lanjut, dalam Pasal 156 ayat (2) UU Kesehatan dinyatakan bahwa dalam rangka melakukan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pemeriksaan laboratorium, dan/atau autopsi virtual pascakematian.

    Baca juga: Pengertian dan Dasar Hukum Autopsi Forensik di Indonesia

    Lantas, apakah proses autopsi harus atas izin keluarga korban? Memang sebaiknya proses autopsi dilakukan setelah memperoleh izin dari keluarga korban. Namun di dalam KUHAP tidak ada persyaratan yang menyatakan autopsi harus dilakukan seizin keluarga, karena sifatnya hanyalah pemberitahuan. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 134 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:

    Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

    Ketika keluarga merasa keberatan, maka penyidik diharuskan menerangkan sejelas-jelasnya maksud dan tujuan pembedahan (autopsi) tersebut.[6] Jika dalam waktu dua hari keluarga tidak memberi tanggapan atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, maka penyidik harus segera mengirimkan mayat kepada dokter untuk dilakukan autopsi.[7]

    Siapa yang Berhak Memberikan Persetujuan Autopsi?

    Berkaitan dengan orang tua suami Anda yang dibujuk polisi untuk menolak melakukan autopsi, sedangkan Anda menginginkan agar dilakukan autopsi, maka kita harus melihat sejauh mana orang tua dan istri dapat melakukan tindakan hukum untuk meminta atau menolak autopsi tersebut.

    Jika berangkat dari Pasal 45 UU Perkawinan dikatakan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Namun, kewajiban orang tua tersebut berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri.

    Lebih lanjut, dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan diatur bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

    Berdasarkan ketentuan di atas, kami berpendapat bahwa Anda selaku istri dapat melakukan suatu perbuatan hukum. Adapun, yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban. Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan subjek hukum (manusia atau badan hukum) yang akibatnya diatur oleh hukum, karena akibat itu bisa dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum.[8]

    Dengan demikian, menurut hemat kami, seharusnya Anda sebagai istri korbanlah yang berhak untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal meminta atau menolak dilakukannya autopsi agar dapat diketahui dengan jelas fakta penyebab kematian suami Anda. Namun, dalam hal ini masih terbuka upaya untuk mengetahui penyebab kematian suami Anda dengan melakukan upaya hukum membuat laporan Polisi sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya.

    Selanjutnya, berkaitan dengan polisi yang membujuk orang tua suami Anda untuk tidak melakukan autopsi dan segera dilakukan penguburan jenazah merupakan tindakan yang tidak profesional. Sebab, autopsi merupakan prosedur yang diperlukan apabila ada tahanan yang meninggal agar diketahui penyebab kematian dengan jelas.

    Dalam hal ini, apabila terdapat oknum polisi yang membujuk orang tua suami Anda untuk tidak melakukan autopsi, maka Anda dapat mengadukan tindakan tidak profesional oknum polisi tersebut kepada Propam Polri. Anda dapat mengajukan aduan secara online melalui laman Pengaduan Propam Polri atau bisa melalui aplikasi PROPAM PRESISI.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
    Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perawatan Tahanan di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia

    REFERENSI

    1. Albert Wirya. Mati Di Bui Pembelajaran Bagi Sistem Pemasyarakatan. Jakarta Selatan: Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, 2018;
    2. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2011;
    3. Autopsi, yang diakses pada Selasa, 2 Juni 2024, pukul 10.41 WIB;
    4. Pengaduan Propam Polri, yang diakses pada Selasa, 2 Juni 2024, pukul 12.41 WIB;
    5. PROPAM PRESISI, yang diakses pada Selasa, 2 Juni 2024, pukul 12.45 WIB.

    [1] Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perawatan Tahanan di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 4/2015”)

    [2] Pasal 4 ayat (2) dan (3) Perkapolri 4/2015

    [3] Pasal 1 angka 2 Perkapolri 4/2015

    [4] Albert Wirya. Mati di Bui Pembelajaran Bagi Sistem Pemasyarakatan. Jakarta Selatan: Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, 2018, hal. 10.

    [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    [6] Pasal 134 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [7] Pasal 134 ayat (3) KUHAP

    [8] R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hal. 291

    Tags

    rumah tahanan
    tahanan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    dot
    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda di sini!