Saya tinggal di kawasan pertambangan batubara. Saya sendiri adalah penambang batubara tradisional. Kami menambang sendiri lahan milik masyarakat selama lebih dari 20 tahun. Apakah kami termasuk kategori kawasan pertambangan rakyat? Kami baru mendengar istilah itu. Mohon penjelasannya.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Peraturan perudang-undangan tidak menyebut istilah kawasan pertambangan rakyat sebagaimana Anda sebutkan, melainkan menggunakan istilah wilayah pertambangan rakyat (“WPR”). Namun untuk ditetapkan sebagai WPR, haruslah memenuhi beberapa kriteria. Apa saja?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Ketentuan Hukum Pertambangan Rakyat yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 29 September 2016.
Apa itu Wilayah Pertambangan Rakyat?
Sepanjang penelusuran kami, peraturan perundang-undangan tidak mengenal terminologi ‘kawasan pertambangan rakyat’, melainkan terminologi ‘wilayah pertambangan rakyat’ (“WPR”). Pasal 1 angka 32 UU 3/2020mendefinisikan WPR adalah bagian wilayah pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
Yang dimaksud dengan wilayah pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan batu bara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.[1]
Kriteria Wilayah Pertambangan Rakyat
Kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR,[2] yang selanjutnya kegiatan pertambangan rakyat tersebut dikelompokkan menjadi:[3]
Pertambangan mineral logam;
Pertambangan mineral bukan logam; atau
Pertambangan batuan.
Untuk sebuah wilayah pertambangan dapat ditetapkan sebagai WPR, wilayah pertambangan tersebut harus memenuhi kriteria-kriteria berikut ini.[4]
mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
mempunyai cadangan primer mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter;
endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
luas maksimal wpr adalah 100hektare;
menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perlu diketahui bahwa wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.[5]
Berdasarkan keterangan Anda,meskipun Anda telahmenggarap lahan pertambangan batubaralebih dari 20 tahun,masa penambangan tersebut bukan merupakan kriteria agar wilayah pertambangan ditetapkan menjadi WPR. Dengan demikian, perlu penilaian lebih lanjut apakah wilayah tersebut telah memenuhi kriteria sebagaimana disebutkan.
Selanjutnya, jika telah memenuhi kriteria, bupati/walikota setempat akan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk ditetapkan menjadi WPR.[6] Selanjutnya, bupati/walikota berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka.[7] Pengumuman rencana WPR dilakukan di kantor desa/kelurahan dan kantor/instansi terkait, dilengkapi dengan peta situasi yang menggambarkan lokasi, luas, dan batas serta daftar koordinat dan dilengkapi daftar pemegang hak atas tanah yang berada dalam WPR.[8]
Perolehan Izin Pertambangan Rakyat
Setelah memahami apa itu WPR, Anda perlu memahami Izin Pertambangan Rakyat (“IPR”) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam WPR dengan luas wilayah dan investasi terbatas.[9] Dalam hal memperoleh IPR, pemohon harus menyampaikan permohonan kepada Menteridi bidang Pertambangan Mineral dan Batubara (“Menteri”)[10] dan IPR hanya dapat diajukan pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai WPR.[11]
Penting untuk dicatat bahwa IPR tersebut hanya diberikan oleh Menteri kepada orang perseorangan yang merupakan penduduk setempat atau koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat.[12]
Menurut Tri Hayati dalam bukunya berjudul Era Baru Hukum Pertambangan di Bawah Rezim UU No. 4 Tahun 2009 menjelaskan bahwa kata “penduduk setempat” di sini diartikan sebagai masyarakat asli yang bertempat tinggal di wilayah tempat penambangan dilakukan (bukan pendatang).
Adapun luas wilayah untuk 1 IPR dapat diberikan kepada orang perseorangan paling luas 5 hektare atau koperasi paling luas 10 hektare.[13] IPR ini diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 5 tahun.[14]
Berdasarkan Pasal 63 PP 96/2021, pemohon perorangan harus memenuhi beberapa persyaratan untuk mendapatkan IPR, yang terdiri atas:
Surat permohonan;
Nomor Induk Berusaha (NIB);
Salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP);
Surat keterangan dari kelurahan/desa setempat yang menyatakan pemohon merupakan penduduk setempat;
Surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta keselamatan pertambangan; dan
Surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.