Saya adalah pekerja kontrak. Apa status hukum saya sebagai pekerja yang hubungan kerjanya tidak ada perjanjian kerja tertulisnya, tapi proses kerja ada, perintah ada, dan upah ada? Apakah sifatnya sah apabila suatu perjanjian kerja dibuat secara lisan?
Dalam hal perjanjian kerja lisan tersebut mengatur tentang pekerja kontrak, apakah otomatis status pekerja menjadi pekerja tetap?
Apakah pekerja berhak menuntut hak-hak yang tertera dalam undang-undang?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, perjanjian kerja sifatnya sah selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lantas, bagaimana status hukum hubungan kerja tanpa perjanjian kerja tertulis? Sahkah perjanjian kerja yang dibuat secara lisan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Status Hukum Hubungan Kerja Tanpa Perjanjian Kerja Tertulis yang dibuat oleh Juliandy Dasdo Tambun, S.H. dari Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron dan pertama kali dipublikasikan pada 19 Oktober 2012.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pada dasarnya, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.[1]
Kemudian Pasal 51 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa, perjanjian kerja dapat dibuat baik secara “tertulis” ataupun “lisan”. Sehingga, untuk kasus yang Anda tanyakan dapat kami asumsikan bahwa perjanjian kerja antara Anda dengan pemberi kerja (pengusaha) dibuat secara lisan.
Pada prinsipnya, perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.[2]
Keabsahan Perjanjian Kerja
Lantas, apakah sifatnya sah apabila suatu perjanjian kerja hanya terjadi secara lisan? Pada dasarnya, suatu perjanjian kerja sifatnya adalah sah selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan huruf a dan b dapat dibatalkan. Sedangkan perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan huruf c dan d batal demi hukum.[3]
Kemudian, perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.[4] Sehingga, tentunya penting untuk mengetahui jenis perjanjian kerja Anda, apakah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”), karena terhadap dua perjanjian kerja tersebut mempunyai spesifikasi hak dan kewajiban yang berbeda.
PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, yang ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.[5] Dalam praktik, pekerja PKWT sering disebut juga dengan pekerja/karyawan kontrak. Sementara PKWTT dikenal dengan perjanjian untuk karyawan tetap, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 11 PP 35/2021.
Jadi, menjawab pertanyaan pertama Anda, PKWT ataupun PKWTT yang dibuat secara lisan sah selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Namun sebagai informasi, tidak semua PKWT atau PKWTT dapat dibuat secara lisan. Sebagai contoh, hubungan kerja antara Perusahaan Alih Daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan, didasarkan pada PKWT atau PKWTT yang harus dibuat secara tertulis.[6]
Surat Pengangkatan
Lebih lanjut, Pasal 63 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa apabila PKWTT dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya harus memuat keterangan:
a. nama dan alamat pekerja/buruh;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
Adapun bagi perusahaan/pengusaha yang tidak membuat surat pengangkatan, dapat dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp5 juta dan paling banyak Rp50 juta.[7]
Hak Karyawan
Kemudian, menjawab pertanyaan mengenai dalam hal PKWT dibuat secara lisan, apakah otomatis status karyawan kontrak menjadi karyawan tetap? Secara historis, Pasal 57 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan (sebelum diubah UU Cipta Kerja) mengatur bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis. Jika tidak dibuat secara tertulis, PKWT tersebut bertentangan dan dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
Namun, ketentuan tersebut sudah diubah, sehingga Pasal 57 UU Ketenagakerjaan yang telah diubah oleh Pasal 81 angka 13 Perppu Cipta Kerjaberbunyi:
Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, yang berlaku perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Maka dapat disimpulkan, berdasarkan UU Cipta Kerja yang mengubah UU Ketenagakerjaan, walaupun perjanjian kerja kontrak (PKWT) Anda dibuat secara lisan, hal tersebut tidak mengubah status Anda berubah menjadi karyawan tetap (PKWTT).
Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.