Apakah pegawai kontrak dan borongan dapat menjadi anggota dalam serikat pekerja? Karena yang saya tahu anggota serikat pekerja adalah pegawai tetap. Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh. Tidak ada satu ketentuan pun yang melarang pekerja kontrak atau pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun pekerja borongan atau pekerja outsourcing untuk bergabung menjadi anggota serikat pekerja. Apa dasar hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul pegawai kontrak dan borongan yang dibuat oleh Si Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 28 Oktober 2003.
Pekerja Kontrak dan Pekerja Borongan
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Secara yuridis, pegawai kontrak yang Anda sebutkan merupakan pekerja dengan status bukan pekerja tetap. Pegawai kontrak adalah pekerja yang bekerja hanya untuk waktu tertentu berdasarkan kesepakatan antara pekerja dengan perusahaan.[1] Pegawai kontrak dalam hal ini disebut dengan pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.[2]
Sedangkan pegawai atau pekerja borongan adalah status pegawai yang dibayar langsung oleh perusahaan berdasarkan hasil kerja yang dihitung per satuan hasil, tidak termasuk pegawai borongan yang bekerja di rumah sendiri secara maklon.[3] Pekerja borongan ini dalam UU Ketenagakerjaan dikenal dengan sebutan pekerja outsourcing (alih daya).
Siapa Saja yang Bisa Jadi Anggota Serikat Pekerja/Buruh?
Apa itu serikat pekerja? Serikat pekerja/buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.[4]
Berdasarkan Pasal 104 ayat (1) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 5 ayat (1) UU Serikat Pekerjadisebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh. Berdasarkan penafsiran bunyi kedua pasal tersebut, baik dari isi maupun penjelasan tidak ada ketentuan bahwa pekerja/buruh yang berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja hanyalah bagi pekerja tetap.
Sedangkan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lainberdasarkan Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan jo.Pasal 1 angka 6 UU Serikat Pekerja.
Adapun serikat pekerja/buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin. Sebab, serikat pekerja/buruh dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan bagi kaum pekerja/buruh beserta keluarganya. Sehingga, serikat pekerja/buruh tidak boleh membatasi dirinya hanya untuk kelompok pekerja/buruh tertentu saja.[5]
Sehingga menurut pemahaman kami, yang diartikan sebagai setiap pekerja/buruh adalah semua orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain yang dalam artian termasuk pekerja tetap atau pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), pekerja kontrak (PKWT), maupun pekerja borongan atau pekerja outsourcing.
Hal ini mengingat Penjelasan Umum UU Serikat Pekerja menyatakan pekerja buruh sebagai warga negara mempunyai hak untuk berkumpul dalam sebuah organisasi serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja. Hak tersebut juga merupakan hak asasi pekerja/buruh yang dilindungi dalam Pasal 28 UUD 1945.
Untuk mewujudkan hak tersebut, kepada setiap pekerja/buruh harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh. Serikat pekerja/buruh berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Viken Armondo Rosok. Upaya Hukum Pekerja Kontrak yang di-PHK Ditinjau dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Jurnal Lex Administratum, Vol. 5, No. 6, 2017;
Badan Pusat Statistik. Definisi Pegawai Borongan, yang diakses pada 12 Desember 2022, pukul 15.40 WIB.
[1] Viken Armondo Rosok. Upaya Hukum Pekerja Kontrak yang di-PHK Ditinjau dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jurnal Lex Administratum, Vol. 5, No. 6, 2017, hal. 58