Saya ingin mendirikan toko buku yang bisa menjual buku umum maupun BSE (Buku Sekolah Elektronik). Biasanya sekolah membeli buku BSE ini dengan Dana BOS Buku yang bersumber dari pemerintah. Pertanyaan: Apakah saya harus mempunyai izin usaha dagang (UD)? Apakah saya harus menyetorkan pajak pada hasil penjualan buku saya, baik dari pembeli dengan dana pemerintah ataupun pembeli swasta (dana pribadi)? Kalau iya, setoran itu bulanan atau tahunan atau bagaimana? Kalau iya, berapa persen?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Bimo Prasetio, S.H. & Asharyanto, S.H.I. dan pernah dipublikasikan pada Senin, 15 April 2013.
Toko Buku termasuk ke dalam Distributor Eceran Buku/Pengecer. Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir. Oleh karena itu, tidak ada ketentuan harus mendirikan Usaha Dagang (UD).
Penjelasan lebih lanjut, silakan simak ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Akan tetapi, untuk mendirikan Toko Buku tidak ada ketentuan yang mengatur apakah untuk mendirikan usaha Toko Buku harus dilakukan oleh suatu badan hukum ataupun tidak. Hal ini bisa dilihat berdasarkan Pasal 1 angka 9 dan angka 10 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku (“Permendiknas No. 2/2008”), yang menyatakan:
Pasal 1 angka 9 Permendiknas No. 2/2008:
Distributor buku yang selanjutnya disebut distributor adalah orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dalam volume besar dengan cara membeli buku dari penerbit dan menjualnya kembali kepada distributor eceran buku.
Pasal 1 angka 10Permendiknas No. 2/2008:
Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir.
Merujuk pada ketentuan di atas, Toko Buku termasuk ke dalam Distributor Eceran Buku/Pengecer. Sehubungan dengan pertanyaan Saudara apakah perlu mendirikan Usaha Dagang (“UD”) terlebih dahulu ataupun tidak, maka kami sampaikan bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan.
Selain itu, dapat kami sarankan dalam mendirikan usaha, ada baiknya agar Saudara dapat mendirikan badan usaha dalam bentuk badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas (“PT”). Hal ini kami sampaikan dikarenakan PT merupakan subjek hukum mandiri dan terpisah kekayaannya dari para pendirinya. Sehingga, dinilai lebih bonafide ketimbang badan usaha lainnya. Di samping itu, dalam hal di kemudian hari Saudara hendak mengikuti tender pengadaan buku, sebagaimana yang kami ketahui bahwa pada kebiasaannya pihak penyelenggara tender mensyaratkan untuk setiap peserta tender adalah berbadan hukum. Hal tersebut dapat memudahkan Saudara dalam menjalankan usaha dan juga menambah nilai dari usaha Saudara sendiri khususnya.
Berkenaan dengan penyetoran pajak atas hasil penjualan buku, yang kami pahami adalah royalti atas Buku Sekolah Elektronik (“BSE”) dan buku yang dijual oleh Saudara sebagai Pengecer. Atas hal tersebut, khusus untuk BSE tidak dikenakan royalti apapun atas setiap penjualan BSE.
Namun, penjualan BSE sebagaimana dimaksud di atas harus tetap berdasarkan ketentuan yang diatur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ("Kemendikbud”) (dulu, Kementerian Pendidikan Nasional), yaitu Pengecer tidak diperkenankan untuk merubah content dari buku dan juga harus mengikuti Harga Eceran Tertinggi yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud. Dalam hal, Pengecer melakukan penjualan dengan harga yang tidak sesuai atau melebihi Harga Eceran Tertinggi maka Pengecer dapat dikenakan sanksi ataupun upaya hukum oleh pihak Kemendikbud selaku pemegang hak cipta dari BSE.
Pengenaan Pajak
Penjualan atas setiap buku yang dilakukan oleh Pengecer tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”). Akan tetapi, berdasarkan kebijakan pemerintah Republik Indonesia bahwa pemerintah dapat memberikan pembebasan pengenaan PPN terhadap buku-buku pelajaran umum, buku pelajaran agama dan kitab suci yang berasal dari pengadaan impor ataupun penyerahan dalam negeri.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, terhadap buku-buku tersebut, dibebaskan dari PPN. Hal itu sebagaimana diatur dalam peraturan di bawah ini:
Tidak termasuk dalam pengertian buku-buku pelajaran umum antara lain:[1]
a.buku hiburan;
b.buku musik;
c.buku roman populer;
d.buku sulap;
e.buku iklan;
f.buku promosi suatu usaha;
g.buku katalog di luar keperluan pendidikan
h.buku karikatur;
i.buku horoskop;
j.buku horor;
k.buku komik;
l.buku reproduksi lukisan.
Buku-buku tersebut dapat dikategorikan sebagai buku-buku pelajaran umum dalam hal buku-buku tersebut telah disahkan sebagai buku pelajaran umum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh menteri dimaksud.[2]
Untuk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama, orang pribadi atau badan yang melakukan impor dan/atau yang menerima penyerahan buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama tersebut tidak diwajibkan memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.[3]
Sedangkan untuk memperoleh pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan buku yang tidak termasuk dalam pengertian buku-buku pelajaran umum tetapi telah disahkan sebagai buku pelajaran umum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh menteri dimaksud, orang pribadi atau badan yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan buku-buku tersebut diwajibkan memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.[4]
Yang perlu diperhatikan dalam pengaturan pajak di sini adalah pembebasan pengenaan pajak hanya pada PPN, sedangkan terkait penghasilan dari usaha penjualan buku-buku tersebut Saudara tetap dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”), yang mana PPh merupakan pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengaturan pengenaan, pembayaran dan juga pelaksanaan kewajban pajak, kami sarankan Saudara untuk dapat meminta penjelasan lebih pada pihak sudah ahli dalam perpajakan ataupun pada konsultan Pajak.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat dan dapat menjawab pertanyaan yang Saudara ajukan. Terima kasih.