KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sanksi Bagi Perawat yang Berbuat Mesum dengan Pasien

Share
Pidana

Sanksi Bagi Perawat yang Berbuat Mesum dengan Pasien

Sanksi Bagi Perawat yang Berbuat Mesum dengan Pasien
Muhammad Raihan Nugraha, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Bagaimana sanksi bagi tenaga kesehatan, dalam hal ini perawat yang melakukan perbuatan mesum dengan pasien?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Dalam menjalankan praktik keperawatan, perawat wajib untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan pasien.

    Perbuatan mesum yang dilakukan oleh perawat dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana, kode etik profesi keperawatan, dan/atau disiplin profesi keperawatan.

    Apa saja sanksi yang dapat dikenakan terhadap perawat yang bersangkutan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 4 Januari 2021.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Dasar Hukum Tenaga Keperawatan dalam UU Kesehatan

    Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan tinggi yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.[1] 

    Adapun tenaga kesehatan dikelompokkan salah satunya ke dalam tenaga keperawatan.[2] Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keperawatan terdiri atas perawat vokasi, ners, dan ners spesialis.[3] 

    Dalam melakukan praktik, tenaga keperawatan memerlukan registrasi dan perizinan. Mengenai registrasi, tenaga keperawatan wajib untuk memiliki Surat Tanda Registrasi (“STR”), yaitu bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan yang telah diregistrasi.[4] STR diterbitkan oleh konsil atas nama Menteri Kesehatan setelah memenuhi persyaratan[5], yang paling sedikit:[6]

    1. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan dan/atau sertifikat profesi; dan
    2. memiliki sertifikat kompetensi.

    Selain itu, seorang tenaga keperawatan dalam menjalankan praktik keprofesiannya wajib memiliki izin.[7] Izin tersebut diberikan dalam bentuk Surat Izin Praktik (“SIP”),[8] yaitu bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.[9] Untuk mendapat SIP, tenaga keperawatan harus memiliki:[10]

    1. STR; dan
    2. tempat praktik.

    Ketentuan mengenai registrasi dan perizinan selengkapnya dapat Anda temukan dalam Pasal 260 s.d. Pasal 267 UU Kesehatan.

    Kemudian, pada dasarnya, tenaga medis dan tenaga kesehatan (dalam hal ini termasuk perawat) dalam menjalankan praktik wajib untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan pasien.[11]

    Sanksi Pidana

    Berdasarkan pertanyaan Anda, kami memiliki keterbatasan informasi mengenai perbuatan mesum seperti apa yang dilakukan oleh perawat yang bersangkutan, jenis kelamin kedua belah pihak, status perkawinan masing-masing, serta apakah hal tersebut dilaksanakan dengan paksaan atau tidak. Namun, kami mengasumsikan perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang melanggar kesusilaan, nilai-nilai budaya, serta adat istiadat di Indonesia.

    Adapun perbuatan mesum tersebut di antaranya diatur dalam KUHP lama maupun UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu pada tahun 2026,[12] yang dapat berupa perbuatan zinapencabulan, dan/atau perkosaan. Berikut adalah masing-masing penjelasannya.

    Tindak pidana perzinaan diatur dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP dan Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023, yang berbunyi:

    Pasal 284 ayat (1) KUHPPasal 411 ayat (1) UU 1/2023

    Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan:

    1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya;

    b. seorang wanita yang telah kawin melakukan gendak, padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya;

     

    1. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;

    b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin Pasal 27 BW berlaku baginya.

    Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu sebesar Rp10 juta.[13]

    Penjelasan selengkapnya mengenai pasal perzinaan dapat Anda baca dalam artikel Bunyi Pasal 284 KUHP tentang Perzinaan.

    Selain perzinaan, perbuatan mesum yang dilakukan oleh perawat kepada pasien, berpotensi dijerat dengan tindak pidana pencabulan dalam Pasal 289 KUHP dan Pasal 414 UU 1/2023, yaitu:

    Pasal 289 KUHPPasal 414 UU 1/2023
    Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
    1. Setiap orang yang melakukan pencabulan terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:
    1. di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu sebesar Rp50 juta.[14]
    2. secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun; atau
    3. yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
    1. Setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

    Disarikan dari Merangkul Lawan Jenis, Termasuk Pelecehan?, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal berpendapat bahwa yang dimaksud perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya (hal. 212).

    Sedangkan dalam KUHP baru, "perbuatan cabul" diartikan sebagai kontak seksual yang berkaitan dengan nafsu birahi, kecuali perkosaan.[15]

    Selanjutnya, tindakan mesum juga dapat berpotensi untuk dijerat pasal perkosaan dalam Pasal 285 KUHP dan Pasal 473 ayat (1) UU 1/2023, yaitu sebagai berikut:

    Pasal 285 KUHPPasal 473 ayat (1) UU 1/2023
    Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

    Kemudian, sebagaimana dijelaskan dalam Kepala Desa Gemar Berbuat Zina, Ini Sanksi Hukumnya, menurut P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP memiliki unsur-unsur sebagai berikut:[16]

    1. barangsiapa;
    2. dengan kekerasan atau dengan ancaman akan memakai kekerasan;
    3. memaksa;
    4. seorang wanita (perempuan);
    5. mengadakan hubungan kelamin di luar perkawinan;
    6. dengan dirinya.

    Kemudian, R. Soesilo menjelaskan bahwa yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia (hal. 210).

    Namun selain itu, perbuatan mesum yang mungkin dilakukan perawat terhadap orang yang sedang sakit dan tidak berdaya adalah perkosaan terhadap wanita tidak berdaya berdasarkan Pasal 286 KUHP dan Pasal 473 ayat (1) dan (2) huruf c UU 1/2023 sebagai berikut:

    Pasal 286 KUHPPasal 473 ayat (1) dan (2) huruf c UU 1/2023
    Barang siapa yang bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
    1. Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun;
    2. Termasuk tindak pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
      1. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;

    Penjelasan selengkapnya mengenai tindak pidana perkosaan terhadap orang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya dapat Anda baca dalam artikel Bunyi Pasal 286 KUHP tentang Perkosaan terhadap Wanita Tidak Berdaya.

    Selain dapat dijerat ketentuan dalam KUHP atau UU 1/2023, perawat tersebut berpotensi untuk dijerat UU TPKS, yaitu jika yang melakukan pelecehan seksual adalah tenaga kesehatan, maka jerat pidananya ditambah 1/3.[17]

    Dalam hal ini, apabila perawat yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur dalam satu atau lebih tindak pidana di atas, maka perawat tersebut dapat dipidana.

    Sanksi Profesi

    Menyambung pertanyaan Anda, selain sanksi berdasarkan hukum pidana, perbuatan mesum yang dilakukan perawat juga berpotensi melanggar etika profesi keperawatan serta disiplin profesi keperawatan. Sebagai informasi, dalam rangka penegakan disiplin profesi, Menteri Kesehatan membentuk majelis yang bersifat permanen atau ad hoc, yang melaksanakan tugas di bidang disiplin profesi. Majelis tersebut menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin profesi yang dilakukan tenaga medis dan tenaga kesehatan.[18]

    Dalam hal ini, perbuatan perawat yang bersangkutan dapat melanggar Bab 4 Poin a angka 2 dan Poin b angka 4 Kode Etik Keperawatan sebagai berikut: 

    Poin a angka 2

    Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama.

    Poin b angka 4

    Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.

      

    Kemudian, pasien atau keluarganya yang kepentingannya dirugikan atas tindakan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan, dapat mengadukan kepada majelis.[19] Pengaduan paling sedikit harus memuat:[20]

    1. identitas pengadu;
    2. nama dan alamat tempat praktik tenaga medis atau tenaga kesehatan dan waktu tindakan dilakukan; dan
    3. alasan pengaduan.

    Apabila majelis menentukan adanya pelanggaran disiplin profesi yang dilakukan tenaga kesehatan, maka perawat dapat dikenakan sanksi disiplin berupa:[21]

    1. peringatan tertulis;
    2. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di penyelenggara pendidikan di bidang kesehatan atau rumah sakit pendidikan terdekat yang memiliki kompetensi untuk melakukan pelatihan tersebut;
    3. penonaktifan STR untuk sementara waktu; dan/atau
    4. rekomendasi pencabutan SIP.

    Lalu, tenaga kesehatan yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan mekanisme keadilan restoratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[22]

    Selain itu, tenaga kesehatan yang diduga melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dapat dikenai sanksi pidana, terlebih dahulu harus dimintakan rekomendasi dari majelis. Rekomendasi tersebut diberikan setelah Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mengajukan permohonan secara tertulis.[23]

    Kesimpulannya, apabila perawat yang bersangkutan terbukti bersalah melakukan pelanggaran pidana, kode etik profesi keperawatan dan/atau disiplin profesi keperawatan, perawat tersebut dapat dikenakan sanksi berdasarkan masing-masing peraturan sebagaimana yang telah kami jelaskan. 

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan;
    5. Kode Etik Keperawatan.

    Referensi:

    1. P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang. Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan. Jakarta: Sinar Grafika, 2009;
    2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1996;
    3. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Sukabumi: Politeia, 1991.

    [1] Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”)

    [2] Pasal 199 ayat (1) huruf b UU Kesehatan

    [3] Pasal 199 ayat (3) UU Kesehatan

    [4] Pasal 1 angka 28 dan Pasal 260 ayat (1) UU Kesehatan

    [5] Pasal 260 ayat (2) UU Kesehatan

    [6] Pasal 260 ayat (3) UU Kesehatan

    [7] Pasal 263 ayat (1) UU Kesehatan

    [8] Pasal 263 ayat (2) UU Kesehatan

    [9] Pasal 1 angka 29 UU Kesehatan

    [10] Pasal 264 ayat (1) UU Kesehatan

    [11] Pasal 274 huruf a UU Kesehatan

    [12] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [13] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [14] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023

    [15] Penjelasan Pasal 415 UU 1/2023

    [16] P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang. Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan. Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 97

    [17] Pasal 15 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

    [18] Pasal 304 UU Kesehatan

    [19] Pasal 305 ayat (1) UU Kesehatan

    [20] Pasal 305 ayat (2) UU Kesehatan

    [21] Pasal 306 ayat (1) UU Kesehatan

    [22] Pasal 306 ayat (3) UU Kesehatan

    [23] Pasal 308 ayat (1) dan (3) UU Kesehatan

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda