Apa sanksi bagi supir bus yang menaikkan penumpang ke atas atap bus, di saat penumpang di dalam bus sudah penuh? Dan undang-undang nomor berapa dan pasal berapa yang mengatur pelanggaran yang dilakukan supir bus tersebut? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Persyaratan teknis ini salah satunya terdiri dari pemuatan. Yang dimaksud dengan "pemuatan" adalah tata cara untuk memuat orang dan/atau barang. Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) UU LLAJ.
Ancaman pidana bagi yang melanggarnya adalah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Namun, apabila pengangkutan hingga melebihi daya angkut itu menyebabkan kecelakaan lalu lintas, sanksinya berbeda-beda tergantung pada kecelakaan yang diakibatkan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Kami simpulkan bus yang Anda maksud di sini adalah bus yang merupakan kendaraan bermotor yang diperuntukkan bagi umum (kendaraan bermotor umum).[1] Yang dimaksud dengan "mobil bus" adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.[2]
Secara aturan soal standar pelayanan angkutan orang, Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi:[3]
a.keamanan;
b.keselamatan;
c.kenyamanan;
d.keterjangkauan;
e.kesetaraan; dan
f.keteraturan.
Pada dasarnya, Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum dapat menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat jika penumpang dan/atau barang yang diangkut dapat membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.[4]
Jadi, pengemudi bus seharusnya dapat melihat bus yang sudah penuh dan tidak boleh melebihi muatan dengan mengangkut penumpang ke atas atap karena dapat membahayakan dan keamanan dan keselamatan angkutan. Oleh karenanya, ia semestinya menurunkan penumpang tersebut di tempat pemberhentian terdekat, bukan malah mengangkutnya dan menaikkannya ke atas atap bus.
Masih soal penumpang yang diangkut di atas atap bus di saat penumpang di dalam bus sudah penuh, prinsipnya setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.[5] Persyaratan teknis ini salah satunya terdiri dari pemuatan. Yang dimaksud dengan "pemuatan" adalah tata cara untuk memuat orang dan/atau barang.[6]
Sanksi Bagi Pengemudi Bus
Pengemudi dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.[7]
Jika pengemudi bus tidak mematuhi ketentuan tentang pemuatan ini, maka sanksinya mengacu pada Pasal 307 UU LLAJ:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Contoh Kasus
Di Kabupaten Empatlawang, Sumatera Selatan misalnya. Dalam artikel Sopir Naikkan Penumpang di Atap yang kami akses dari situs berita TRIBUNnews.com diberitakan bahwa para sopir angkutan umum yang beroperasi di beberapa kecamatan di Empatlawang tidak memperhatikan keselamatan penumpang. Para sopir memuat penumpang di atas atap mobil angkutan karena kabin sudah penuh.
Masih bersumber dari laman yang sama, Kepala Dishub Kominfo Empatlawang, Pik Malik Arwan membenarkan banyaknya angkutan umum menaikkan penumpang sampai ke atap. Menurutnya, setiap kendaraan angkutan umum memiliki kapasitas muatan yang sudah ditentukan. Jika masih mengangkut penumpang diatas atap berarti telah melangar ketentuan.
Sebagai contoh lain dilihat di Siantar. Dalam artikel Demi Kejar Setoran Supir Abaikan Keselamatan Penumpang yang kami akses dari laman berita Metro Siantar.com, Kanit Laka Satlantas Polres Pematangsiantar Iptu Sugeng mengatakan bahwa pihaknya tak segan-segan menilang supir yang menaikkan penumpang di atap kendaraannya. Menurutnya itu sudah diatur pada Pasal 307 UU LLAJ.
Masih soal kasus kendaraan yang kelebihan muatan, dalamPutusan Pengadilan Negeri Kudus Nomor: 01/PID.S/2013/PN.KDSdiketahui bahwamuatan maksimal truk tersebut adalah 14 ton, namun pada saat kejadian terdakwa telah mengangkut muatan sebanyak 16 ton, dengan demikian terjadi kelebihan muatan sebanyak 2 ton, sehingga pada waktu mobil terdakwa melewati jalan lingkar selatan yang dalam keadaan rusak berlobang, menyebabkan mobil truk yang dikemudikan terdakwa hilang kendali yang akhirnya terguling (menyebabkan kecelakaan lalu lintas).
Menurut hakim dalam pertimbangannya, seharusnya terdakwa dalam mengemudikan kendaran truk fuso mematuhi ketentuan berlalulintas sebagaimana ketentuan dalam Pasal 307 Jo. Pasal 169 (1) UU LLAJ. Akhirnya, hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan”. Hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
Sementara, contoh kasus bus yang mengangkut penumpang melebihi kapasitas hingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Oelamasi Nomor 97/Pid.B/2012/PN.OLM.Bus yang dikendarai terdakwa mempunyai kapasitas angkut 22 (dua puluh dua) orang penumpang, akan tetapi pada saat kejadian Terdakwa mengangkut lebih dari 30 (tiga puluh) orang penumpang. Akibatnya, karena kelalaiannya itu terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan”. Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun.