KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sahkah Perjanjian Kerja secara Lisan?

Share
Ketenagakerjaan

Sahkah Perjanjian Kerja secara Lisan?

Sahkah Perjanjian Kerja secara Lisan?
Rifdah Rudi, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Sahkah Perjanjian Kerja secara Lisan?

PERTANYAAN

Saya memiliki pertanyaan:

  1. Saya adalah pekerja kontrak. Apa status hukum saya sebagai pekerja yang hubungan kerjanya tidak ada perjanjian kerja tertulisnya, tapi proses kerja ada, perintah ada, dan upah ada? Apakah sifatnya sah apabila suatu perjanjian kerja dibuat secara lisan?
  2. Dalam hal perjanjian kerja lisan tersebut mengatur tentang pekerja kontrak, apakah otomatis status pekerja menjadi pekerja tetap?
  3. Apakah pekerja berhak menuntut hak-hak yang tertera dalam undang-undang?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, perjanjian kerja sifatnya sah selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu perjanjian kerja dibuat atas dasar:

    a. kesepakatan kedua belah pihak;

    b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

    c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

    d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Lantas, bagaimana status hukum hubungan kerja tanpa perjanjian kerja tertulis? Sahkah perjanjian kerja yang dibuat secara lisan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

     

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Status Hukum Hubungan Kerja Tanpa Perjanjian Kerja Tertulis yang dibuat oleh Juliandy Dasdo Tambun, S.H. dari Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron dan pertama kali dipublikasikan pada 19 Oktober 2012.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pada dasarnya, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.[1]

    Kemudian Pasal 51 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa, perjanjian kerja dapat dibuat baik secara “tertulis” ataupun “lisan”. Sehingga, untuk kasus yang Anda tanyakan dapat kami asumsikan bahwa perjanjian kerja antara Anda dengan pemberi kerja (pengusaha) dibuat secara lisan.

    Pada prinsipnya, perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.[2]

    Keabsahan Perjanjian Kerja

    Lantas, apakah sifatnya sah apabila suatu perjanjian kerja hanya terjadi secara lisan? Pada dasarnya, suatu perjanjian kerja sifatnya adalah sah selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu perjanjian kerja dibuat atas dasar:

    a. kesepakatan kedua belah pihak;

    b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

    c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

    d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan huruf a dan b dapat dibatalkan. Sedangkan perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan huruf c dan d batal demi hukum.[3]

    Kemudian, perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.[4] Sehingga, tentunya penting untuk mengetahui jenis perjanjian kerja Anda, apakah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”), karena terhadap dua perjanjian kerja tersebut mempunyai spesifikasi hak dan kewajiban yang berbeda.

    PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, yang ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.[5] Dalam praktik, pekerja PKWT sering disebut juga dengan pekerja/karyawan kontrak. Sementara PKWTT dikenal dengan perjanjian untuk karyawan tetap, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 11 PP 35/2021.

    Jadi, menjawab pertanyaan pertama Anda, PKWT ataupun PKWTT yang dibuat secara lisan sah selama tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

    Namun sebagai informasi, tidak semua PKWT atau PKWTT dapat dibuat secara lisan. Sebagai contoh, hubungan kerja antara Perusahaan Alih Daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan, didasarkan pada PKWT atau PKWTT yang harus dibuat secara tertulis.[6]

    Surat Pengangkatan

    Lebih lanjut, Pasal 63 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa apabila PKWTT dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya harus memuat keterangan:

    a. nama dan alamat pekerja/buruh;

    b. tanggal mulai bekerja;

    c. jenis pekerjaan; dan

    d. besarnya upah.

    Adapun bagi perusahaan/pengusaha yang tidak membuat surat pengangkatan, dapat dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp5 juta dan paling banyak Rp50 juta.[7]

    Hak Karyawan

    Kemudian, menjawab pertanyaan mengenai dalam hal PKWT dibuat secara lisan, apakah otomatis status karyawan kontrak menjadi karyawan tetap? Secara historis, Pasal 57 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan (sebelum diubah UU Cipta Kerja) mengatur bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis. Jika tidak dibuat secara tertulis, PKWT tersebut bertentangan dan dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

    Namun, ketentuan tersebut sudah diubah, sehingga Pasal 57 UU Ketenagakerjaan yang telah diubah oleh Pasal 81 angka 13 Perppu Cipta Kerja berbunyi:

    1. Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
    2. Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, yang berlaku perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

    Maka dapat disimpulkan, berdasarkan UU Cipta Kerja yang mengubah UU Ketenagakerjaan, walaupun perjanjian kerja kontrak (PKWT) Anda dibuat secara lisan, hal tersebut tidak mengubah status Anda berubah menjadi karyawan tetap (PKWTT).

    Adapun karyawan kontrak berhak atas:

    1. upah minimum;
    2. cuti tahunan;
    3. Tunjangan Hari Raya (“THR”);
    4. tunjangan tetap dan tidak tetap; dan
    5. uang kompensasi jika PKWT berakhir.

    Masing-masing penjelasan hak karyawan kontrak dapat Anda baca selengkapnya dalam Hak-hak Karyawan Kontrak Menurut UU Cipta Kerja.

    Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023
    Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

    [1] Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [2] Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 52 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan

    [4] Pasal 81 angka 12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [5] Pasal 81 angka 12  Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 56 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan

    [6] Pasal 18 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

    [7] Pasal 81 angka 69 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 188 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    Tags

    perjanjian kerja
    pkwt

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    dot
    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda di sini!